TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Jembatan kaca yang menghubungkan dua kampung tematik di Kota Malang, Jawa Timur, diresmikan, Senin (9/10/2017).
Jembatan itu menghUbungkan Kampung Wisata Jodipan (KWJ) di Kelurahan Jodipan dan Kampung Tridi di Kelurahan Kesatrian diresmikan.
Jembatan yang berdiri di atas Sungai Brantas ini sekaligus menjadi jembatan kaca pertama di Indonesia.
KWJ dan kampung Tridi terletak berseberangan dan dipisahkan aliran sungai Brantas. Sebelum jembatan dibangun, wisatawan yang ingin menikmati kedua sisi kampung harus menaiki puluhan anak tangga dan memutar lewat Jembatan Brantas.
Munculnya Jembatan Kaca menjadi fasilitas baru bagi warga sekaligus alternatif bagi pengunjung. Diharapkan, selain mempermudah akses, kekerabatan antar kampung pun kian rekat untuk mempercantik Kota Malang.
Peresmian jembatan kaca ‘Ngalam Indonesia’ dihadiri langsung oleh Wali Kota Malang Mochamad Anton, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Fauzan, serta Vice President PT Inti Daya Guna Aneka Warna (Indana) Steven Antonius Sugiharto sebagai penyelenggara.
Jembatan didominasi warna kuning emas, dengan panjang 25 meter dan lebar 1,25 meter sehingga bisa digunakan dua jalur atau dua orang yang berjalan berpapasan. Diestimasikan, jembatan dapat menampung sekitar 50 orang dan menanggung beban 250 kilogram.
Mochamad Anton mengatakan, kalau seluruh pengelolaan dan perawatan jembatan diserahkan kepada warga.
Hal itu untuk mendorong keikutsertaan warga dalam upaya peningkatan perekonomian. Pasalnya, dengan hadirnya jembatan itu, maka ada banyak wisatawan yang berkunjung.
“Kami serahkan kepada warga supaya meningkatkan perekonomian,” ujar Anton saat memberikan keterangan kepada wartawan setelah meresmikan jembatan, Senin (9/10/2017).
Mochamad Anton mengatakan kalau jembatan KWJ menjadi destinasi wisata baru untuk Kota Malang.Jematan itu diharapkan bisa mengurangi tingkat kemacetan yang selama ini terjadi.
Pasalnya, banyaknya motor pengunjung yang diparkir di bagian kampung warna-warni. Jembatan itu bisa menjadi alternatif ketika orang hendak berpindah dari KWJ ke kampung tridi.
“Jembatan ini menghabiskan anggaran non APBD sebanyak Rp 1 M 252 juta,” kata Anton.
Saat melintasi jembatan, Anton mengatakan tidak berani melihat ke bawah. Itu karena ia takut. Selama berjalan ia lebih banyak melihat ke atas dan ke depan. Ia sempat melambaikan tangan menyapa warga saat melintasi jembatan.
“Saya tidak berani melihat ke bawah. Tinggi sekali, menakutkan,” celetuknya.
Jembatan kaca merupakan hasil desain dua mahasiswa Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), yaitu Mahatma Aji dan Khoriul di bawah binaan dosen mereka, Ir. Lukito Prasetyo.
Kedua, mahasiswa itu pernah menjadi Juara Umum Kompetisi Bangunan Gedung Indonesia Tahun 2015. Untuk pembangunan, mereka difasilitasi oleh Indana, pemilik produk Mix One.
Menurut Lukito, jembatan ini tidak hanya memiliki fungsi penghubung semata, tapi juga memiliki nilai estetika. Oleh sebab itu, dari sekian desain yang dipamerkan pada Walikota Malang, terpilihlah model jembatan gantung dengan tambahan kaca sebagai material pijakannya.
“Agar pada malam hari, pijakan jembatan yang terbuat dari kaca dapat memperlihatkan lampu-lampu yang indah,” tutur Lukito.
Setelah disetujui berbagai pihak, jembatan itu akhirnya dikerjakan dengan membutuhkan waktu lima bulan, yaitu sejak 8 Mei hingga 7 Oktober 2017.
Vice President Indana Steven menjelaskan, tak sedikit biaya dihabiskan untuk pembuatan jembatan kaca. Lebih-lebih, kata Steven, ada sekitar enam ton cat tersalurkan untuk memperindah KWJ dan Kampung Tridi.
“Indana sebagai perusahaan cat asal Malang, akan terus membantu pembangunan di Kota Malang. Wujud kepedulian sosial ini sebagai bentuk terima kasih kami pada warga,” ujarnya.
Selain itu, lantaran berlantai kaca, warga dan pengunjung diajak menikmati pemandangan dasar sungai dari atas jembatan. Kaca yang transparan memiliki sensasi tersendiri layaknya Jembatan Kaca di Zhangjiajie Cina. Kini, jembatan kaca menjadi spot foto baru bagi netizen yang kerap mengunggah foto-foto menariknya di media sosial.(Surya/Benni Indo)