Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Luluk Dwi Kumalasari SSos MSi menyampaikan pendapatnya tentang fenomena Citayam Fashion Week, Selasa (19/7/2022).
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Fenomena Citayam Fashion Week jadi viral belakangan ini. Remaja dari kawasan sekitar Jakarta pamer berpakaian nyentrik mendapat perhatian.
Selain jadi sorotan media asing, fenomena ini juga disorot oleh Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Luluk Dwi Kumalasari SSos MSi.
Ia menjelaskan kepopuleran tersebut menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat mengapresiasi cara kreatif para remaja mengekspresikan diri melalui fashion.
Tapi ada juga yang menilai bahwa aksi para remaja ini mengganggu dan membuat kumuh kawasan Sudirman.
Menurutnya, Citayam Fashion Week merupakan fenomena yang wajar. Hal ini didasarkan pada naluri manusia sebagai mahluk sosial untuk membentuk kelompok sesuai karakteristik dan tujuan tertentu.
“Komunitas ini terbentuk oleh beberapa anak muda yang tingggal di daerah Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok," kata Luluk, Selasa (19/7/2022).
Sebagai daerah penyangga ibu kota, para anak muda ini memiliki kreativitas yang lebih di bidang fashion.
"Saya melihat bahwa keberadaan Citayam Fashion Week ini merupakan sarana para anak muda untuk mengungkapkan diri mereka secara jujur melalui sebuah fashion,” ungkap Kepala Program Studi (Kaprodi) Sosiologi tersebut.
Di sisi lain, perkembangan sosial media juga turut mempengaruhi keberadaan tren ini, utamanya TikTok.
Para remaja di Citayam Fashion Week ini memanfaatkan sosial media untuk menjadi terkenal dan mendapatkan uang. Maka lahirlah seleb Instagram dan seleb TikTok seperti Jeje, Bonge, Kurma, Roy dll.
“Masifnya keberadaan sosial media mempengarui cara para remaja untuk berkreasi dan Citayam Fahion Week menjadi wadah baru untuk mereka," tandasnya.
Selain itu, dengan munculnya komunitas ini juga menjadi sebuah wacana baru bahwa fashion yang selama ini identik dengan kalangan atas. Namun bisa dilakukan oleh kalangan menengah ke bawah.
Luluk menjabarkan beberapa dampak positif lain dari kemunculan tren ini. Yaitu para remaja menjadi lebih memahami kehidupan bersosial.
Selain itu, kreatifitas para remaja sebagai content creator di media sosial juga meningkat. Kehadiran mereka juga meningkatkan penghasilan para pedagang kaki lima sekitar Jl Sudirman Jakarta.
Beberapa dampak negatif seperti budaya buang sampah sembarangan dan cara berpakaian yg dinilai terlalu terbuka, tambah dosen ini.
Untuk meminimalisir pengurangan dampak negatif, maka perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak, terutama pemerintah.
Caranya dengan mengedukasi, mengarahkan, dan memberi pendampingan kepada para remaja agar komunitas ini tetap berlangsung namun dengan minim dampak buruk.
Ia berharap Citayam Fashion Week dapat menjadi komunitas yang dikenal secara positif tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia Internasional.