Catatan Kelam Pendidikan Kita

Author : Humas | Minggu, 04 Januari 2015 14:50 WIB | Wawasan - Wawasan

Pendidikan ditinjau dari sisi dan konteks mana pun, mempunyai peran sentral dalam membentuk generasi bangsa, perannya tidak lain sebagai corong ideal dalam penanaman nilai-nilai luhur.

Bahkan, secara konstitusional, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Namun, masih sering ditemui lembaga pendidikan yang mengabaikan nilai pendidikan itu sendiri. Orientasi pendidikan kini bergeser pada hasil, bukan lagi proses. Akibatnya, praktik kecurangan menjadi budaya. Menyadari pentingnya pendidikan, Andri Rizki Putra melalui bukuOrang Jujur Tidak Sekolah menarasikan perjalanan hidupnya.

Ia membeberkan fakta dan catatan hitam sistem pendidikan di negeri ini yang sangat jauh dari nilai luhur pendidikan. Andri sendiri menjadi objek sistem pendidikan yang diskriminatif dan tak jujur sejak di bangku sekolah dasar (SD). Andri dilahirkan di Medan, Sumatera Utara. Sejak kecil hingga berumur enam tahun, dia tinggal bersama Opung Doli dan Opung Boru, kakek dan nenek dari mamanya.

Sementara, ibunya mencari nafkah di Ibu Kota, Jakarta. Ibu Andri menjadi tulang punggung keluarga sejak perceraian dengan ayahnya ketika Andri masih dalam kandungan. Sebagai anak tunggal, Andri sangat kurang kasih sayang. Kepindahannya ke Jakarta menjadi awal kisah kelam Andri.

Diskriminasi dialaminya sejak SD. Karena SPP-nya menunggak, dia terpaksa melaksanakan ujian di luar kelas, dan tiap kenaikan kelas tidak menerima rapor, kecuali hanya pada saat kelulusan. Bahkan, tak jarang sebagian guru tidak objektif memberikan nilai kepadanya. Selepas SD, Andri berkeinginan masuk sekolah menengah pertama (SMP) unggulan di Jakarta.

Dia termotivasi oleh perlakuan yang dia terima ketika SD. Dengan usaha dan kemauan kuat, akhirnya dia diterima. Saat-saat awal di SMP, dia sering bolos karena ketiadaan ongkos ke sekolah, dan belum bisa membeli buku paket yang tiap semester ganti buku. Dia lebih memilih bolos daripada sering ditegur guru karena tidak mempunyai buku paket.

Namun, di rumah dia belajar dengan cara dan metode sendiri hingga menjadi juara kelas. Hingga suatu ketika, wali kelas Andri mengetahui motif dia membolos. Akhirnya dia mendapat beasiswa dari sekolah walau awalnya dia menolak (halaman 37). Ujian nasional (UN) bagi Andri adalah sesuatu yang sakral karena menjadi penentu kelulusan.

Baginya, belajar jauh-jauh hari menjadi sebuah pilihan walau dia tidak mengikuti les seperti teman yang lain pada umumnya. Dia memilih belajar secara mandiri. Namun, waktu UN, keganjilan sistem pendidikan dia rasakan. Banyak ditemukan kecurangan, bahkan kunci jawaban diberikan oknum guru demi mendongkrak nilai dan mempertahankan reputasi sekolah.

Hal ini bertolak belakang dengan pribadi Andri yang menjunjung tinggi kejujuran. Upaya dia untuk melaporkan kecurangan malah dicegah oleh teman hingga guru (halaman 41). Fenomena ini membuat dia gelisah terhadap sistem pendidikan di negeri ini. Selepas SMP, dia melanjutkan ke sekolah menengah atas (SMA).

Namun, karena trauma dengan praktik kecurangan, dia lebih memilih berhenti dan menempuh dengan cara dan metode belajar yang dia rumuskan sendiri. Andri pun mengikuti pendidikan kesetaraan Paket C, setara SMA. Selain motif biaya, dia memang menyukai belajar sendiri atas segala hal dari kecil.

Prestasi demi prestasi Andri raih, mulai lulus ujian Paket C dengan waktu hanya satu tahun, karena umumnya tiga tahun, hingga lulus di Universitas Indonesia melalui jalur SNMPTN pada tahun 2008. Tidak puas di situ. Di bangku kuliah, Andri tingkatkan pola belajarnya karena ingin membuktikan bahwa lulusan Pekat C seperti dirinya, di mana banyak orang memandang sebelah mata, juga bisa berprestasi.

Andri berhasil membuktikanitu. Beragamprestasidiaraih; menjadi runner-up kedua Mawapres, lulus kuliah dengan waktu hanya tiga tahun, merupakan orang keempat dalam sejarah pendirianfakultasnya, jugamenjadi lulusan dengan nilai cumlaude (halaman 111). Andri kian peduli dengan pendidikan, bahkan dia bangun sejak saat di bangku kuliah.

Dia mendirikan homeschooling komunitas yang bernama Masjidscholing peserta didiknya sangat beragam dari golongan masyarakat menengah ke bawah. Bahkan, pascalulus dari UI dan bekerja selama satu tahun, dia memilih reisign dan konsentrasi pada perintisan Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB) dengan tutor dari kalangan profesional lintas profesi. Kurang lima bulan dari pendirian YPAB sudah memiliki 5 kelas yang tersebar di Jakarta, Banten, dan Sumatera Utara.

Khairul Amin
Mahasiswa Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian-Peternakan,
Universitas Muhammadiyah Malang

Sumber: http://www.koran-sindo.com/read/945844/149/catatan-kelam-pendidikan-kita-1420357381
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler