JAKARTA- Anggota Komisi I DPR Permadi SH menilai, sikap saling menyalahkan antara Panglima TNI, Kapolri, dan BIN (Badan Intelijen Negara) dalam insiden Ambon merupakan drama memalukan di negeri ini.
”Itu drama yang sangat memalukan. Masak sesama aparat keamanan saling menyalahkan secara terbuka? Itu sama saja mereka secara sengaja mempermalukan diri sendiri,” tegas Permadi kepada Wawasan di Jakarta, pagi tadi.
Menurut Permadi, insiden Ambon memalukan bagi aparat keamanan, apalagi ditambah dengan kejadian di antara mereka sendiri saling menyalahkan. ”Lengkaplah itu sebagai bukti keseriusan mereka menjaga presiden sudah mulai luntur,” katanya.
Permadi berpendapat, insiden itu sesungguhnya merupakan konsekuensi logis dari kebijakan pemerintah yang memberi keistimewaan kepada GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Aceh. ”GAM itu kan dianakemaskan, mereka tidak ditangkap malah diberi kesempatan berkuasa, diberi kesempatan menerapkan syariat Islam, diberi uang lagi. Itu kan membuat iri daerah-daerah lain, termasuk RMS di Ambon,” katanya.
Karena itu, tambah Permadi, apa yang terjadi di Ambon dengan insiden itu hanyalah insiden permulaan, yang bakal disusul dengan insiden-insiden serupa yang terjadi di daerah lain seperti Bali, Riau, Borneo (Kalimantan) dan daerah lain. ”Yang intinya dipicu oleh rasa iri karena pemerintah menganakemaskan Aceh,” katanya.
Permadi mengaku tidak kaget dengan keberanian gerakan-gerakan sparatis itu muncul karena mereka mendapat peluang setelah keberhasilan GAM di Aceh. ”Jadi mereka berani terang-terangan mereka ingin meniru dan iri dengan GAM di Aceh,” katanya.
Keteledoran
Peristiwa tarian cakalele dari para simpatisan RMS yang menusup di hadapan Presiden SBY dalam peringatan Harganas, menunjukkan lemahnya sistem pengamanan yang dilakukan aparat keamanan. Hal ini diungkapkan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Drs Muhadjir Effendy MAP saat dikonfirmasi Wawasan, Senin (2/7) pagi tadi.
"Saya lihat peristiwa itu memalukan, karena secara prosedur ketetapan (protap), mereka bisa menerobos ring satu. Padahal menurut UU TNI, pengamanan kepala negara ketika berada di lapangan merupakan tanggung jawab bersama. Yakni antara Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), TNI, Polri serta BIN,’’terangnya.
Peristiwa ini, menurutnya, menunjukkan keteledoran pihak keamanan dalam memberikan pengamaman bagi presiden. Sebab, tarian tersebut, menunjukkan adanya koordinasi dan kerjasama yang baik yang dilakukan gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). ’’Bahkan bukan tidak mungkin hal tersebut melibatkan orang dalam,’’ujarnya.
Dalam situasi seperti ini, Muhadjir melihat, BIN sudah tidak terlalu berperan dalam proses pengamanan. Pasalnya, BIN sebelumnya sudah mengumpulkan informasi dan menyampaikannya kepada pihak kepolisian setempat. ’’Tinggal bagaimana pihak kepolisian merespon informasi yang diberikan BIN. Atau memang koordinasi antar pihak keamanan terkait memang lemah,’’ ujarnya.
Muhajir menyatakan, peristiwa ini semakin menunjukkan adanya gejala napsi antar angkatan. Yakni, TNI dan Polri jalan sendiri-sendiri. Hal ini, menurutnya, merupakan akibat pemisahan TNI/Polri seperti yang tertuang dalam ketetapan MPR. ’’Dengan pemisahan tersebut, maka terjadi sikap saling cuci tangan (Over lodging),’’ungkapnya.
Saling tuding Di lain pihak, sebelumnya Badan Intelijen Nasional (BIN) menyebutkan penyusupan anggota RMS bukan menjadi kewenangan dan tanggung jawab mereka, tapi Kepolisian Daerah Maluku. Sebab BIN sebatas memberi informasi bukan memanggil dan menangkap orang. "Jangan intelijen dipojokkan," kata Staf Khusus Kepala BIN, Janzi Sofyan dalam jumpa pers, Minggu (1/7) sore.
Menurut Janzi Sofyan, sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono datang ke acara Hari Keluarga Nasional (Harganas), Menteri Sekretaris Negara memanggil penanggung jawab acara. "Di situ gubernur memaparkan acaranya dan Pangdam memaparkan keamanannya. Masuknya anggota RMS menandakan tidak adanya koordinasi antara keamanan dan seksi acara," kata Janzi. Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto menegaskan, aparat baik TNI maupun Polri termasuk aparat intelijen hendaknya fokus pada eksistensi kelompok separatis Republik Maluku Selatan (RMS), dan tak perlu saling menyalahkan satu sama lain.
"Persoalan tidak akan selesai kalau kita saling menyalahkan satu sama lain," katanya, menanggapi pernyataan BIN yang menyebutkan, TNI dan Polri mengabaikan informasi yang disampaikannya perihal pengibaran bendera RMS pada peringatan Harganas di Lapangan Merdeka, Ambon, Jumat silam.
Ia mengatakan, masing-masing pihak terutama TNI telah pula mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi, dalam kegiatan yang dihadiri Presiden SBY tersebut.
"Saya menyampaikan data dan informasi yang disampaikan Panglima Kodam Mayjen TNI Dudarmaidy Soebandi tentang kemungkinan adanya aksi demonstrasi dan sebagainya. Tetapi saya tidak pernah menyinggung tentang kinerja institusi lain dalam tugasnya mengamankan kedatangan Presiden dalam kegiatan itu," ujarnya.
Djoko menegaskan, semua pihak baik TNI, Polri maupun aparat intelijen memiliki peran tugas pokok masing-masing dalam mengamankan kunjungan kerja kepala negara atau pejabat negara lainnya. Semua sudah ada prosedur tetapnya. sul/udi/ant-yan