Penemuan ini merupakan pertama kalinya bagi ilmuwan untuk mendeskripsikan warna tubuh mamalia yang telah punah melalui analisis fosil. |
Rekonstruksi Palaeochiropteryx sp (Obsidian Soul / CC BY-SA 3.0) |
Nationalgeographic - Tim ahli paleontology dari Amerika Serikat dan Inggris telah berhasil menentukan warna pada kelelawar yang telah punah berdasarkan fosil dengan penanggalan sekitar 50 juta tahun. Penemuan ini merupakan pertama kalinya bagi ilmuwan untuk mendeskripsikan warna tubuh mamalia yang telah punah melalui analisis fosil.
Tim yang dikepalai oleh Dr Jakop Vinther dari University of Bristol, Inggris, menentukan warna dua spesies kelelawar, Palaeochiropteryx sp. dan Hassianycteris sp., yang hidup di era Eocene, sekitar 56-33,9 juta tahun lalu.
Dengan mempelajari bola mikroskopis dan struktur berbentuk persegi panjang pada fosil, para ilmuwan menemukan bahwa kelelawar tersebut berwarna cokelat kemerah-merahan.
“Struktur mikroskopis tradisional yang diyakini fosil bakteri sebenarnya melanosom - organel dalam sel yang mengandung melanin, pigmen yang memberikan warna pada rambut, bulu, kulit, dan mata," kata Dr Vinther.
“Yang sangat penting, kami melihat adanya melanin berbeda yang ditemukan di dalam organel dengan berbagai bentuk: melanosom berwarna kemerah-merahan berbentuk seperti bakso kecil, sementara itu, melanosom warna hitam berbentuk seperti sosis kecil. Kita dapat melihat hal semacam ini juga terdapat di pada fosil,” tutur Dr Vinther.
Artinya, korelasi antara warna melanin dan bentuknya merupakan warisan nenek moyang, sehingga kita dapat mengetahui warna berdasarkan fosil hanya dengan melihat bentuk melanosom saja. Selain bentuknya, melanosom secara kimiawi juga berbeda.
Dalam rangka mengidentifikasi asal usul struktur ini, tim ilmuwan kemudian mereplikasi kondisi dimana fosil dibentuk menggunakan tekanan tinggi dan suhu tinggi percobaan autoclave.
Mereka menunjukkan bahwa fosil mengandung fosil melanin dengan menggunakan waktu penerbangan spektroskopi massa ion sekunder, yang komposisi kimianya telah berubah dari waktu ke waktu.
“Dengan menggabungkan percobaan ini kami dapat melihat bagaimana melanin secara kimiawi berubah selama jutaan tahun, membangun cara baru yang sangat menarik dalam mengungkap informasi fosil yang sebelumnya misterius,” kata anggota tim, Caitlin Colleary, mahasiswa pascadoktoral di Virginia Polytechnic Institute and State University.
“Ini merupakan lompatan besar dalam pemahaman kita tentang bagaimana fosil diawetkan. Kita sekarang tahu bagaimana melanin diawetkan dan kita mempunyai metode untuk mendeteksinya,” ujar Dr Vinther.
Studi ini telah dipublikasikan di jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences.