Dosen UMM Temukan "Biskuit Untuk Kelinci" : Formula Pakan Kelinci Tanpa Rumput

Author : Administrator | Sabtu, 07 Agustus 2010 08:05 WIB
Muchammad Sobri, S.Pt. MP., dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian-Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang berhasil menemukan formula baru pakan kelinci, yaitu Biskuit Kelinci. Temuan ini berupa formulasi pakan kelinci dalam bentuk mash/tepung dari bahan pakan non hijauan (tanpa rumput, leguminosa dan wortel) yaitu bahan pakan yang biasa digunakan untuk unggas yang direkayasa seperti rumput (rumput tiruan dan nilai nutriennya telah ditingkatkan). Yang mendasari temuan ini adalah pengetahuan tentang kontrol kualitas pakan dari hijauan (rumput/leguminosa) para peternak kelinci dan penggemar kelinci sangat rendah, sehingga hal ini menyebabkan angka kematian (mortalitas) kelinci sangat tinggi dan rendahnya tingkat produktifitasnya.
 
Hijauan yang kurang kontrol kualitas baik nutrient (waktu panen), keberadaan jamur dan aflatoksin serta insektisida menimbulkan banyak masalah di peternakan kelinci. Kemampuan pengetahuan peternak dalam kontrol kualitas hijauan yang rendah ini dan kebiasaan merumput di ladang/sawah masih tinggi dibanding dengan budidaya menanam hijauan pakan kelinci secara intensif masih rendah karena alasan keterbatasan lahan. Untuk penggemar kelinci diperkotaan tentunya untuk merumput sangat sulit karena ladang dan sawah telah beralih fungsi menjadi pertokoan, perumahan dan perindustrian.    Untuk itu perlu dicarikan pemecahan permasaahan diatas yang lebih fleksibel, mempunyai nilai produktifitas tinggi dan meminimalkan angka kematian (mortalitas) yaitu dengan pembuatan Biskuit Kelinci yang berkualitas tinggi dan tahan lama.
Rekor Muri
Biskuit Kelinci Merupakan Pengembangan dan Kelanjutan Ide dari Temuan Sebelumnya. Keaslian Invensi ini telah dilakukan pengecekan melalui  upaya penelusuran internet, katalog tetapi tidak dilakukan bersama Team MURI seperti pada pertengahan akhir tahun 2008. Temuan ini sejajar atau merupakan pengembangan dari invensi yang  telah terbukti keterbaharuannya, orisinilitasnya dan keunikannya yaitu “Formula Pakan Kelinci Tanpa Rumput yang telah mendapat Piagam Penghargaan dari MUSEUM REKOR DUNIA INDONESIA (MURI) No : 3513/R.MURI/XII/2008. Invensi ini telah dipublikasikan diberbagai media cetak maupun elektronik (internet dan televisi) sejak 2009 hingga sekarang tidak ada sanggahan dan komplain dari masyarakat.

 
Biskuit Untuk Kelinci

 
Potensi Komersial
Peluang pasar Produk Biskuit Kelinci ini sangat besar, karena produk ini sangat dinantikan olah para peternak dan penggemar kelinci di seluruh Indonesia. Kelebihan Biskuit Kelinci adalah rekreatif,  aplikasi mudah, mortalitas rendah, pertumbuhan berat badan tinggi, litter zise tinggi, dan ramah terhadap lingkungan. Para penggemar/penghoby kelinci diperkotaan dan sekitarnya tidak tergantung lagi dengan mencari rumput, pada faktanya lahan yang biasa ditumbuhi rumput sudah beralih fungsi menjadi perumahan, pertokoan dan pabrik. Produk ini sangat prospektif baik nilai hiburan, seni, ekonomi, unik dan merupakan inovasi teknologi pakan kelinci terbaru. Peluang pasar dibuktikan koresponden yang sangat tinggi ketika produk dipublikasikan dan didiskusikan di Gabungan Peternak Kelinci Kota Batu (GAPOKTAN), Pengusaha Pemotong / Sate Kelinci, Dinas Pertanian Malang Raya, Media Cetak (Harian Jawa Post, Suara Pembaharuan, Suara Merdeka dan Surya) dan Setasiun Televisi yang mengadakan dialok interaktif tentang Peternakan Kelinci Khususnya Penghobi Kelinci.
Hak Paten
Invensi ini berhubungan dengan pengembangan metode dan formulasi pakan (ransum) untuk ternak kelinci kususnya invensi ini tidak menggunakan bahan pencampur pakan (pakan komplet) kelinci tanpa menggunakan unsur rumput maupun hijauan yang dikemas dalam bentuk biskuit.
Kelinci pertama dijinakkan / dipelihara di Afrika, kelinci mulai dikonsumsi manusia di Asia 3000 tahun yang lalu dan di Eropa 2000 tahun yang lalu. Kelinci mulai dibudidayakan / diternakkan pada tahun 1900 di Amerika Serikat, digunakan untuk pangan, binatang kesayangan, hobi dan untuk penelitian. Potensi pasar kelinci cukup tersedia baik pasar lokal, jawa dan luar jawa baik sebagai hewan kesayangan maupun untuk skala bisnis yang lebih besar yaitu untuk masakan dengan bahan dasar kelinci (sate, bistik dan abon), kelinci hias dan kerajinan dari produk samping kelinci.
Daerah tropik khususnya Indonesia mempunyai temperatur tinggi ditambah dengan kelembapan yang tinggi yang berbeda dengan daerah tropik lainnya, hal ini memudahkan komplikasi penyakit baik yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur dan aflatoksin.
Hijauan (Rumput , leguminosa) yang didapat dari para petani umumnya standart kebersihan dan kualitas nutrien tidak terpenuhi. Hal tersebut disebabkan petani asal merumput, yang seharusnya rumput dipotong sebelum berbunga (± 40 hari) tetapi kenyataan dipotong setelah berbunga, berbuah/berbiji sampai tanaman sangat tua. Rumput yang dipotong terlalu muda juga dapat menimbulkan banyak masalah yaitu kembung dan diare karena kadar serat kasar rendah. Untuk petani yang menggunakan limbah-limbah pertanian/sayuran, disamping mengandung nutrient rendah juga terjadi cemaran jamur, aflatoksin dan insektisida. Pakan-pakan tersebut kenyataanya masih menjadi alternatif bagi peternak dan penggemar kelinci dengan alasan lahan-lahan perkebunan dan persawahan banyak yang sudah beralih fungsi menjai perumahan, pertokoan dan industri.
               Dari latar belakang diatas pembuat Biskuit Kelinci dengan bahan baku pakan tanpa hijaun (rumput/liguminosa) perlu dilakukan, produk ini dibuat tanpa mengganggu fisiologi dan dapat meningkatkan produktifitasnya. Biskuit Kelinci ini sangat cocok dibudidayakan diperkotaan sebagai hewan kesayangan maupun untuk tujuan komersial baik untuk penggemukan, pembibitan dan kelinci hias.

Tujuan penelitian berorientasi paten ini adalah menghasilkan ransum yang sesuai untuk daerah tropik yang disajikan dalam bentuk biskuit. Biskuit kelinci ini disamping mudah dalam aplikasinya juga digunakan untuk menjaga mutu, baik kualitas kesetabilan nutriennya maupun ketahanan daya simpannya. Biskuit kelinci yang bernutrient imbang ini dapat meningkatkan nilai produktifitas (konsumsi pakan, palatabilitas, pertambahan berat badan, menekan feed convertion ratio (FCR), performen reproduksi, litter size) dan dan menurunkan angka kematian.

Pembuatan ransum bertujuan untuk menghasilkan Produk Biskuit Kelinci yang diformulasi untuk meningkatkan tingkat kesetabilan nutrient dan mempunyai daya simpan. Produk Biskuit Kelinci yang sudah stabil nutrient dan tahan lama yang dihasilkan dikembangkan secara spesifik dan diformulasikan untuk tujuan hidup pokok, pertumbuhan, bunting dan laktasi. Produk Biskuit Kelinci ini mempunyai tingkat standart kualitas tinggi : tingkat kesukaan (palatabilitas), tingkat produktifitas, tingkat kematian (mortalitas), tampilan reproduksi dan jumlah anak dalam satu kelahiran (litter size).
Ringkasan Invensi
Para peternak dan penggemar kelinci umumnya sangat terbatas tentang pengetahuan pakan, sedangkan pakan kelinci membutuhkan pakan yang berkualifikasi tinggi yaitu harus bersih, kebutuhan nutrien terkontrol, bebas cemaran mikrobiologi, pestisida dan aflatoksin.  Bila kualifikasi tersebut tidak terpenuhi akan terjadi banyak masalah penyakit-penyakit tropik yang timbul, antara lain kembung, diare dan lainnya yang berakibat fatal yaitu angka kematian tinggi, lebih-lebih anak kelinci yang baru berusia 1 samapi 2 bulan yang tercatat mempunyai antibodi sampai titik terendah yaitu 0.
Hijauan (Rumput , leguminosa) yang didapat dari para petani umumnya standart kebersihan dan kualitas nutrient tidak terpenuhi. Hal tersebut disebabkan petani asal merumput, yang seharusnya rumput dipotong sebelum berbunga (± 40 hari) tetapi kenyataan dipotong setelah berbunga, berbuah/berbiji sampai tanaman sangat tua, hal itu menimbulkan kualitas nutrientnya sangat rendah. Rumput yang dipotong terlalu muda juga dapat menimbulkan banyak masalah yaitu kembung dan diare karena kadar serat kasar rendah. Untuk petani yang menggunakan limbah-limbah pertanian/sayuran yang mengandung nutrient rendah juga sering terjadi cemaran jamur, aflatoksin dan insektisida. Pakan-pakan tersebut kenyataanya masih menjadi alternatif bagi peternak dan penggemar kelinci dengan alasan lahan-lahan perkebunan dan persawahan banyak yang beralih fungsi menjai perumahan, pertokoan dan industri.
Pada penelitian secara mandiri sebelumnya, telah dihasilkan pakan kelinci tanpa bahan baku menggunakan hijauan baik rumput, leguminosa dan wortel, tetapi menggunkan bahan baku bersumber pada bahan baku pakan ternak yang digunakan untuk unggas. Penggunaan bahan baku pakan unggas terkesan sangat mahal dibandingkan dengan bahan pakan yang biasa dipakai kelinci yaitu rumput, leguminosa, wortel dan limbah-limbah pertanian yang terkesan murah. Tetapi bila dibandingkan dengan tingkat produktifitas, nilai ekonomi dan resiko kesehatan (angka kematian) pakan yang berbasis pakan unggas untuk kelinci jauh sangat menguntungkan dewasa ini, kecuali bila para peternak dan penggemar kelinci memiliki pengetahuan yang cukup untuk budidaya hijauan secara intensif dan pengelolaan hijaun pakan ternak yang benar serta memperhatikan nilai kualitas hijauan. Sementara para peternak dan penggemar kelinci di Indonesia sebagian besar sebagai mata pencaharian tambahan/sampingan atau sebagai usaha alternatif dan kurang ada perhatian khusus mengenai pengelolaan pakan. Rendahnya pengetahuan dan pengelolaan ini merupakan masalah serius bagi kelinci yaitu masalah rendahnya produktifitas dan tingginya angka kematian. Lebih-lebih lahan di Indonesia khususnya dijawa sudah beralih fungsi menjadi perumahan dan perindustrian, hal itu yang menjadi alasan petani/penggemar kelinci kesulitan berbudidaya atau mencari rumput, leguminosa dan hijauan lainnya, lebih-lebih pelihara kelinci diperkotaan sebagai usaha alternatif maupun untuk tujuan hiburan (hewan kesayangan).
Penelitian Produk Biskuit Kelinci, diformulasi untuk meningkatkan tingkat kesetabilan nutrient. Ketidaksetabilan nutient ini disebabkan karena proses pembuatan biskuit yang dapat menurunkan nilai/kandungan beberapa nutrient karena pengaruh panas, derajad keasaman atau proses kimia dan mekanik lainnya, penurunan kualitas beberapa nutrient ini dengan meningkatkan kandungan nutrient tersebut dalam formula. Biskuit kelinci ini diproduksi dengan tujuan mempunyai daya simpan lama. Kerusakan dan ketengikan ini biasanya disebabkan oleh proses penyimpanan, bakteri, jamur / aflatoksin dan oksidasi. Pada penelitian ini untuk menghindari tercemarnya bakteri dengan menggunakan antibakteri yang tidak beresidu, untuk menghindari tercemarnya jamur dengan menggunakan bahan yang mengandung anti jamur/anti mold, untuk mencegah dampak dari cemaran aflatoksin dalam biskuit kelinci menggunakan senyawa yang dapat menyerap toksin dari jamur (aflatoksin) tersebut. Sedangkan untuk mengindari ketengikan akibat dari proses oksidasi menggunakan antioksidan yaitu Se, Vit. E dan C, dari semua tambahan mikronutrien dan feed additif tersebut diformulasikan dalam berbagai level untuk mengetahui ketahanan/daya simpan dari biskuit kelinci tersebut.
Penelitian Produk Biskuit Kelinci tahun kedua merupakan pengembangan penelitian biskuit kelinci yang sudah stabil nutrient dan tahan lama pada tahun I yang diformulasikan untuk tujuan hidup pokok, pertumbuhan, bunting dan laktasi. Produk Biskuit Kelinci ini diproduksi dan diformulasikan dengan standart tingkat kebutuhan nutrient yang berdampak pada tampilan berupa tingkat kesukaan (palatabilitas) yang baik, tingkat produktifitas (pertumbuhan, FCR) yang optimal, tingkat kematian (mortalitas) rendah, tampilan reproduksi dan jumlah anak dalam satu kelahiran (litter size) yang normal.
Hasil penilitian ini diharapkan dapat menghasilkan biskuit kelinci yang menghasilkan produktifitas tinggi dan menurunkan angka kematian dengan Standart Nasional/Internasional dalam rangka memasuki perdagangan bebas pada umumnya dan menyehatkan masyarakat pada khususnya. Penelitian ini termasuk penelitian terobosan baru dalam mengkaji masalah pakan ternak (kelinci) berbentuk biskuit di daerah tropik khususnya berkosentrasi pada pengontrolan atau pembuatan standart kebutuhan nutrient dan kesehatan. Selama ini daerah tropik pada umumnya dan Indonesia pada khususnya belum ada standart kebutuhan (Tabel Kebutuhan Nutrien) sebagai halnya Amerika Serikat dengan NRC dan Perancis dengan AEC. Dengan penelitian ini diharapkan menambah kekayaan dalam bidang Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di Indonesia dan dapat diteruskan lagi untuk pengurusan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) seperti penelitian serumpun sebelumnya.

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: