MI/Arnold Dhae/rj
|
Metrotvnews.com, Denpasar: Berawal dari eksperimen, sampah batok kelapa diubah menjadi produk briket. Namun, perjalanan panjang masih harus dilalui sebelum lingkungan bersih benar-benar tercipta.
Di antara sampah yang bertebaran, sampah batok kelapa yang menyisakan persoalan besar. Ukurannya yang cukup besar memakan ruang yang ada. Kandungan lignin yang ada didalam batok kelapa membuatnya tak mudah terurai begitu saja di tanah. Akibatnya, batok kelapa menggunung dan meninggalkan pemandangan tak indah bagi kawasan wisata.
“Kami kewalahan karena sampah batok kelapa bisa mencapai 1.000 butir sehari. Itu kalau jumlah pengunjung normal. Bagaimana kalau jumlah pengunjung sampai 15ribu, bahkan pernah mencapai 25ribu sehari. Masalah batok kelapa menjadi riskan,” ujar Ketut ketika ditemui di Bali, Sabtu (15/6).
Salah seorang warga sempat berinisiatif untuk mengolah sampah batok kelapa menjadi bahan bakar untuk industri genteng. Batok kelapa tersebut dijemur di lapangan terbuka hingga kering untuk kemudian diangkut ke pabrik genteng yang berada di sekitar Tabanan. Namun, upaya itu tidak maksimal untuk mengatasi tumpukan sampah batok kelapa yang ada.
Ide pembuatan briket sendiri datang dari salah seorang dosen bernama I Gusti Bagus Udayana. Ia memodifikasi cara produksi briket konvensional karena material bahan sampah batok kelapa memiliki kandungan air yang tinggi.
“Kesulitannya terletak di kandungan kadar air dalam batok kelapa karena yang digunakan ini kan adalah kelapa muda. Kalau kelapa tua, menanganinya lebih gampang,” sahut Bagus.
Limbah batok kelapa itu kemudian dihancurkan menggunakan mesin penghancur hingga seratnya cukup halus. Berdasarkan eksperimen, serbuk batok kelapa tersebut dicampurkan dengan serbuk gergaji agar bisa mengurangi kadar air di dalam mesin pencampur. Komposisinya adalah 1:1. Agar lebih rekat, campuran serbuk tersebut diberikan larutan kanji dengan takaran 220ml untuk 1 kilogram serbuk.
Proses selanjutnya adalah pencetakan menggunakan mesin cetak. Kapasitas mesin masih terhitung kecil, yakni empat buah briket setengah jadi dalam sekali proses. Proses pencetakan juga membantu menurunkan kadar air sehingga briket tersebut tak terlalu basah.
Kemudian, briket tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven atau penjemuran di bawah sinar matahari. Jika menggunakan oven, pengeringan hanya dilakukan selama dua jam dalam suhu 90derajat C. Tapi, mereka lebih sering menjemur di bawah sinar matahari antara dua hingga empat hari tergantung cuaca. Hal ini bisa mengurangi konsumsi listrik dalam proses produksi. (Dinny Mutiah)