Luciana Anggraeni, M.H Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Agama Islam, UMM
Pemuda merupakan generasi penerus yang akan bertanggung jawab atas kemajuan Bangsa. Pemuda sebagai penggerak revolusi harus mempunyai semangat juang tinggi untuk bertindak demi kemajuan Bangsa. Genap 90 tahun yang lalu, tepat pada tanggal 28 Oktober Sumpah pemuda diikrarkan sebagai bentuk perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda sekaligus roh perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. “Berikan aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia” perkataan Bung Karno yang tak asing ditelinga telah mengobarkan semangat para pemuda untuk berjuang merebut kemerdekaan.
Di era milenial, musuh kita bukan lagi penjajah dari kolonial Belanda, perjuangan kita bukan lagi merebut kemerdekaan Indoensia. Musuh kita saat ini berasal dari internal Bangsa Indonesia yang kini jelmaannya tak terlihat secara nyata. Seiring berkembangnya teknologi yang begitu pesat, semakin besar pula tantangan bagi pemuda untuk merawat semangat sumpah pemuda. Pemuda zaman dulu sibuk dengan gencatan senjata, namun pemuda zaman sekarang sibuk dengan social medianya. Pemuda yang dulu berteriak merebut kemerdekaan, namun pemuda sekarang banyak yang sibuk berteriak mencari kesenangan. Pemuda yang dulu bersenjata bambu runcing melawan penjajah, namun pemuda sekarang banyak yang sibuk bersenjata gadget meraih eksistensi diri.
Generasi milenial yang sangat erat dengan kemajuan teknologi hakikatnya mempunyai potensi besar menjadi penggerak revolusi Bangsa, namun kemudahan teknologi yang membuat generasi milenial cenderung dimanja sehingga semangatnya tergerus akibat kemudahan-kemudahan yang ada. Semangat sumpah pemuda yang pernah menyatukan para pemuda di setiap daerahnya dapat dijadikan tauladan untuk pemuda milenial untuk terus menggali potensi di daerahnya sehingga dapat memberi kontribusi bagi kemajuna daerah masing-masing yang kemudian akan memberi pengaruh besar bagi Indonesia.
Interaksi sosial yang nyata berubah menjadi interaksi di dunia maya dikhawatirkan akan mendorong generasi milenial menjadi apatis dan kehilangan kepekaan pada kondisi sosial masyarakat sekitarnya. Hal ini merupakan salah satu tantangan bagi generasi milenial dari pandangan sosial budaya. Dari segi politik, generasi milenial mempunyai pengaruh besar dalam menentukan pemimpin Bangsa beberapa tahun ke depan. Generasi milenial yang selalu up to date mudah untuk mendapat akses informasi sehingga dapat membangun wawasan politik yang berkembang. Di sisi lain, informasi yang disampaikan di media perlu dicari kebenaran referensinya sehingga tidak mudah terpengaruh berita hoaks yang justru memprovokatori antara pihak stu dengan pihak yang lain. Maka generasi milenial perlu mengimbangi dengan literasi-literasi yang ada untuk dapat membangun perspektif dalam cara berfikirnya mengolah informasi di social media.
Dalam bidang ekonomi, generasi milenial memunculkan potensi dirinya sebagai interpreneur. Generasi milenial juga mulai sadar akan kelemahan diri yang harus diperbaiki dan potensi diri yang harus dikembangkan karena mereka sadar bahwa diluar sana banyak pemuda yang mempunyai potensi yang tidak kalah hebat dari dirinya sehingga terbangun jiwa kompetitif dalam berfikir dan bertindak. Didukung dengan teknologi digital yang mereka manfaatkan untuk menggali informasi sekaligus memperluas partnership dalam membangun sebuah bidang usaha.
Dihadapkan dengan berbagai tantangan dan permasalahan baru bagi generasi milenial, mereka harus tetap menjaga semangat Sumpah Pemuda sebagai roh perjuangan yang pernah diikrarkan oleh pemuda-pemudi Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia, berbangsa satu, Bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.