Author : Humas | Senin, 13 Juni 2016 08:09 WIB
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti saat menjadi pembicara di Kajian Ramadhan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur. Foto: M. Zulfikar Akbar.

SALAH satu sesi panel Kajian Ramadhan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur (11-12/6) yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengkaji aktivitas zikir dan fikir melalui berbagai sudut pandang. Sesi ini menghadirkan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Pakar Neurosains Taufiq Paisak, dan Ketua PWM Jawa Timur Saad Ibrahim.

Abdul Mu’ti menyatakan, zikir dan fikir merupakan kegiatan intelektual dan spiritual yang dapat memperteguh akidah umat Islam. “Zikir tidak hanya sebatas aktivitas spiritual dan emosional saja, namun juga merupakan aktivitas intelektual yang dilakukan manusia untuk mencari ketenangan hidup,jelas Abdul Mu’ti.

Al-Quran juga menjelaskan dalam berbagai ayatnya bahwa zikir dan fikir selalu berkaitan. Zikir juga selalu dikaitkan dengan ilmu dan para ahli ilmu. Konsep berzikir dalam Al-Quran, kata Mu’ti, juga selalu berhubungan cara berpikir manusia. “Dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang dinyatakan di awal kalimat kata ‘Apakah kamu tidak memikirkan’ dan ‘Apakah kamu tidak berpikir’ sehingga kita sebagai umat Islam harus selalu menyelaraskan antara zikir dan fikir.

Sehingga, lanjut Mu’ti, jika zikir diselaraskan dengan fikir, maka manusia akan semakin sadar bahwa seluruh manusia nantinya akan mati dan kembali pada Allah. Abdul Mu’ti juga menjelaskan, dalam surat Al-Hajj ayat 22 disampaikan secara eksplisit yang menyatakan bahwa zikir dan fikir itu laksana hati yang berakal. “Harmoni zikir dan fikir ini selalu juga bedampak pada hati, yang katanya hati ini tidak berakal tapi Al-Quran menjelaskan hal tersebut secara jelas,” paparnya lebih lanjut.

Senada dengan Abdul Mu’ti, Taufiq Paisak menambahkan, orang yang melakukan meditasi dan tidak melakukan meditasi itu otaknya berbeda. Hal itu, menurut Taufik, di antaranya terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Newberg pada 2001 pada seorang Budhis yang melakukan meditasi selama 40 tahun.“Orang yang melakukan meditasi dapat mengontrol otaknya sendiri. Orang yang melakukan meditasi self-controlnya tinggi sekali. Riset ini menyatakan kepada kita orang yang melakukan meditasi dapat mengendalikan diri secara luar biasa.

Tidak hanya dilakukan pada seorang Budhis, lanjut Taufik, penelitian tersebut juga dilakukan pada seorang biarawati yang sering melakukan ibadahnya.Setelah lama beribadah, otaknya diteliti ternyata sama dengan otak Budhis yang melakukan meditasi, di mana kekuatan dalam mengontrol diri sangat tinggi. “Dalam penelitian lain juga dibuktikan, orang yang melakukan kendali diri itu luar biasa. Pendidikan emosi, kendali diri itu sangat penting. Kalau pada usia 10 tahun anak belum bisa mengontrol diri maka akan susah untuk dilatih,” jelas penulis buku ‘Tuhan dalam Otak Manusia’ ini.

Taufik juga menyinggung tentang banyaknya orang Muslim yang sangat sering melakukan ibadahnya yaitu sholat, tapi mengapa dari sholat itu tidak dapat menjadi pengontrol diri. “Ada yang sudah melakukan shalat bertahun-tahun, tapi kenapa otaknya tidak bisa melakukan pengontrolan diri secara maksimal? Karena ia hanya melakukan ritual tanpa membawa Allah dalam dirinya.”

Di akhir sesi, Saad Ibrahim menjelaskan bagian-bagian dari manusia. Salah satu bagian dari manusia adalah ruh. Dalam surat Al-Mukminun ayat 11-14 dijelaskan hal tersebut. “Dalam ayat ke-14 dijelaskan bahwa manusia tumbuh sendiri yaitu dengan meniupkan ruh dalam entitas diri ini, yang membuat dirinya berbeda dengan hewan,” imbuh saad. Dalam konteks ini, ruh merupakan entitas yang Allah kirimkan untuk setiap jasad. Ruh juga melakukan eksistensi yang akhirnya muncullah pikiran dan lain sebagainya. (jal/han)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image