mahasiswa UMM yang berkesempatan mengikuti program pertukaran pelajar dari IISMA (Foto: Istimewa) |
Menghabiskan bulan ramadhan di negara minoritas muslim merupakan sebuah tantangan tersendiri. Hal itu pula yang dialami oleh Ahda Mutiari Hifdhi, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang sedang menjalani program pertukaran pelajar Indonesia International Student Mobility Awards (IISMA) 2022 di Thailand. Selama hampir sebulan menjalani puasa di negeri orang, Ahda, sapaan akrabnya menceritakan berbagai pengalaman menarik yang ia alami di bulan Ramadan tahun ini.
Mayoritas masyarakat Thailand adalah penganut Budha. Ahda mengatakan hanya minoritas kecil masyarakat yang menganut agama selain Budha, termasuk agama Islam. Oleh karena itu, suasana Ramadan di negara gajah putih tersebut terasa seperti hari-hari biasa.
“Saya berada di daerah Hat Yai yang memiliki populasi pemeluk Islam lumayan banyak, namun bulan Ramadan tetap tidak terasa seperti di Indonesia. Menemukan masjid juga sangat susah di daerah ini. Oleh karenanya, untuk salat tarawih biasanya saya dan teman muslim saya lakukan di kamar masing-masing. Kadang kami juga melakukan salat berjamaah. Untuk waktu azan dan imsak, kami mengandalkan pemberitahuan dari smartphone,” ujar mahasiswa program pertukaran pelajar di Prince of Songkla University Hat Yai Campus tersebut.
Meski tidak bisa melaksanakan ibadah Ramadan seperti di Indonesia, anak pertama dari dua bersaudara itu mengatakan bahwa toleransi antar agama di Thailand sangat baik. Di sekitar tempat tinggalnya, ia bisa menemukan banyak makanan halal. Ada satu momen unik yang Ahda alami ketika akan membeli makanan, yaitu penjual yang dengan jujur mengatakan bahwa makanannya haram dikonsumsi oleh muslim.
“Waktu itu, saya dan teman sedang memesan makanan di salah satu rumah makan. Namun sang pemilik dengan baik hati mengingatkan kami bahwa makanan yang ia jual mengandung bahan yang haram bagi muslim. Di situ saya sangat merasa berterimakasih dan takjub karena sang penjual rela kehilangan pembeli demi mengingatkan kami,” kenang Ahda.
Menariknya lagi, beberapa hari sebelumnya, Ahda mendatangi salah satu festival yang bertepatan bulan puasa, yakni Festival Songkran. Meski bukan festival Ramadan, namun ia dan kawan-kawannya merasa senang karena banyak makanan yang bisa dicoba serta suasana yang ramai. “Jadi festival itu sebenarnya untuk memperingati tahun baru Thailand. Saya dan teman-teman juga menyempatkan berbuka puasa di agenda tersebut,” tambahnya.
Lebih lanjut, Adha mengaku kalau ia merindukan makanan-makanan Indonesia, terutama menu takjil yang gampang ditemui di jalan-jalan Indonesia. Untuk mengobati rasa rindunya, ia sering pergi ke pasar untuk mencari jajanan khas Thailand yang mirip dengan takjil Indonesia.
“Untuk berbuka puasa, saya suka beli Thai tea atau mango sticky rice karena rasanya manis. Lalu untuk makan beratnya, saya suka sup daging kuah tom yum bening pakai nasi atau kalau lagi bosan saya beli pad thai atau clear noodle soup. Meskipun begitu, saya sangat rindu makanan Indonesia. Saya sampai membuat list makanan dan minuman yang akan saya makan ketika pulang, seperti kolak, nasi padang, dan bakso,” ujar mahasiswa asal Purwokerto ini.
Selain rindu makanan Indonesia, mahasiswa teknik industri UMM ini juga mengaku sangat merindukan keluarganya di Indonesia. oleh karenanya ia sering berbagi foto makanan dan minuman apa yang ia konsumsi kepada keluarga. “Saya sering video call ketika ada waktu senggang. Keluarga juga sering menanyakan menu berbuka maupun sahur saya. Itu cukup mengobati rasa rindu yang saya rasakan selama di Thailand,” ucapnya mengakhiri. (Syi)