Angkat Isu Peran Publik Perempuan, LP3A Hadirkan Pakar Gender Portugal

Author : Humas | Kamis, 27 Oktober 2016 14:57 WIB
Pakar gender University of Beyra Interior Portugal, Maria Johanna Christina Schouten saat menyampaikan Materi mengenai Kestaraan Gender. Foto: Distya.

PERAN perempuan di ruang publik menjadi isu menarik dewasa ini. Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A) berupaya urun rembug dalam isu itu melalui kajian gender menghadirkan pakar gender dari University of Beira Interior, Covilhã, Portugal Prof Dr Maria Johanna Christina Schouten, di Ruang Sidang Senat UMM, Rabu (26/10).

Pada kesempatan ini Maria menjelaskan beberapa indikator yang sangat penting untuk terwujudnya kesetaraan peran wanita. Di antaranya adalah terwujudnya pendidikan bagi semua kalangan, mendapatkan pengakuan di tataran politik dan juga tingkat kerja yang ada di setiap sektor kerja. “Jika indikator tersebut sudah terpenuhi, maka bisa dikatakan negara tersebut sudah ramah terhadap wanita,” jelas guru besar sosiologi Universitas Beira Interior tersebut.

Maria mengakui, masalah gender belum menjadi fokus utama dalam urusan kenegaraan. Hal tersebut tertera jelas dalam sampul salah satu buku sekolah pada tahun 1958. Di sampul tersebut tergambarkan secara visual ada banyak lelaki dan hanya satu wanita yang berada di bawah para lelaki itu. “Budaya patriarki atau penonjolan peran pria dalam segala aspek kehidupan sangat jelas dulu,” jelas Maria lebih lanjut.

Pada diskusi yang bertemakan Gender in Portugal: Gender Equality, the Changing of Womens Roles and Family Life tersebut dijelaskan masyarakat Portugal berpegang pada tiga aspek utama. Tiga aspek itu adalah agama, negara dan keluarga. Dengan adanya aspek keluarga, akhirnya ada sebuah aturan di Portugal yang mewajibkan wanita harus merawat anak paling tidak 6 minggu sedangkan pria wajib merawat anak selama 10 hari.  

Dalam aspek yang lain juga mengalami perubahan peraturan entah dalam politik ataupun profesi lainnya. “Sebanyak 65 persen dokter di Portugal adalah wanita dan sebanyak 35 persen kursi di perpolitikan juga telah diduduki oleh wanita. Aturan tersebut menjadi salah satu bukti Portugal mulai peduli pada kesetaraan peran wanita,” jelas wanita kelahiran Amsterdam, Belanda tersebut.

Beberapa peraturan dan fasilitas yang ada juga sudah mulai menggambarkan bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan pria. “Ibu hamil di Portugal diberi waktu selama 180 hari untuk mengambil cuti bahkan hingga usia anaknya satu tahun tidak masalah,” terang Maria.

Wanita yang fasih berbahasa Indonesia tersebut juga mengakui Portugal dan Indonesia memiliki kesamaan dalam praktek gender . Maria menjelaskan Indonesia dahulu memiliki Kartini yang kemudian disebut sebagai pahlawan emansipasi wanita. Kartini juga mendobrak keyakinan bahwa seorang wanita harus hanya berdiam diri di dapur saja. “Saya banyak mengkaji tentang Kartini juga di Portugal, jadi konteksnya hampir sama dengan kondisi di Portugal dulu,” terang wanita yang pernah meneliti tentang antropologi dan sosial di Indonesia tersebut. (jal/han)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image