Ano yang kini tengah menimba ilmu di negeri kangguru. (Foto: Istimewa) |
Memasuki bulan Ramadan, seluruh umat Islam di dunia diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan penuh. Salah satu hal yang menarik dari ibadah puasa di bulan Ramadan adalah perbedaan durasinya. Setiap negara memiliki panjang puasa yang berbeda berdasarkan lokasi dan waktu salatnya, pun dengan Australia. Di tengah kesibukannya menyelesaikan pendidikan magister di bidang Islamic Studies, salah satu alumni Hukum Keluarga Islam (HKI) UMM Septifa Leliano Ceria berbagi kisah tentang Ramadannya di Canberra.
Dalam suasana perbedaan waktu tiga jam, Ano sangat bersemangat membagi kisah puasa di negara perantauannya itu. Di negeri kangguru, dituturkan oleh Ano bahwa durasi puasa yang harus dilewati adalah 11 hingga 12 jam. Durasi puasa akan semakin pendek jika sudah memasuki musim dingin.
Baca juga: Empat Alumni Beberkan Kiat Sukses di Student Day
“Sebenarnya, di sini puasanya memang lebih pendek, tapi tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Lebih cepat Canberra satu sampai dua jam dan semakin cepat pula saat musim dingin,” terang mahasiswi Australia National University ini.
Setelah hampir dua tahun di Canberra, Ano merasakan banyak hal yang berbeda saat menjalankan ibadah puasa. Tidak hanya dari segi ibadah, namun juga dalam hal menjaga kondisi kesehatan di tengah Ramadan. Lebih lanjut, Ano mengisahkan bahwa ia sangat terbantu dengan beberapa warga Indonesia yang tinggal di sana. Ia bisa menemui kegiatan pengajian dan buka bersama dengan cukup mudah.
“Mengingat tidak banyak muslim di sini, maka suasana Ramadan harus diciptakan dengan berbagai kegiatan yang biasa ditemui di Indonesia. Kalau Sydney dan Melbourne sepertinya sudah banyak muslimnya,” ungkap Ano.
Baca juga: Syiar Ramadan Kaji Muhammadiyah dan Perdamaian
Berbicara tentang beribadah, Ano menceritakan bahwa ia sangat kagum dengan tingkat toleransi di negara ini. Suatu ketika, Ia pernah kebingungan mencari tempat untuk salat karena lokasi yang biasanya digunakan saat itu sedang ramai. Untungnya, Ano dibantu oleh staf perpustakaan di ANU untuk menggunakan bilik kantornya sebagai tempat menjalankan ibadah salat.
“Bicara soal kegiatan ibadah, di sini sebenarnya tak ada larangan. Hanya saja agak sulit mencari tempat yang memenuhi syarat untuk melaksanakan salat. Nah, waktu itu aku pernah bingung cari tempat salat, terus ketemu sama staf perpustakaan. Kemudian diajak ke kantornya dan diperbolehkan mendirikan salat di sana,” kenang Ano mengakhiri wawancara. (adr/wil)