Workshop dan Bedah Buku UMM-BPKH. (Foto: Two Bagus/Humas) |
Haji merupakan salah satu rukun Islam yang ke lima dan menjadi ibadah yang harus dilakukan jika mampu. Hal serupa juga dibahas dalam acara workshop bedah buku kolaborasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Republik Indonesia (RI). Adapun acara ini dilaksanakan di Ruang Sidang Senat (RSS) serta bisa ditonton secara online melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung melalui Youtube.
Keynote speaker bedah buku Dr. Benny Witjaksono, S.P, M. memaparkan bahwa BPKH merupakan badan independen yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Adapun tugasnya ialah mengelola dana haji serta menjamin pelaksanaan umat beragama dalam menjalankan ibadahnya.
Secara undang-undang BPKH ini berbentuk badan nirlaba dan koorporatif. Maka nirlana yakni tidak boleh mengambil dan menghasilkan keuntungan. “Sedangkan koorporatif maksudnya adalah bekerja secara efisien sehingga tata kelola dan tata administrasi bisa diatur dengan sebaik-baiknya,” ungkapnya melanjutkan.
Sesi bedah buku yang berjudul ‘Investasi Surat Berharga BPKH’ diawali paparan dari Deputi Bidang Investasi dan Emas BPKH Dr. Indra Gunawan. Menurut sejarah, pengelolaan dana haji dialihkan dari Kementerian Agama kepada BPKH pada tahun 2018. Pengalihan tersebut memunculkan tantangan-tantangan baru, utamanya dalam mengelola dana haji dengan optimal.
Lebih lanjut, di dalam buku tersebut dijelaskan bahwa sistem haji di Indonesia adalah wakalah. Berbeda dengan Malaysia yang bersifat wadi’ah atau titipan. Adapun proses wakalah diawali dengan penyerahan setoran awal dari Badan Penyelenggara Ibadah Haji kepada BPKH. Kemudian diawasi oleh dewan pengawas serta melalui proses audit, setelah itu laporan akan disampaikan kepada masyarakat secara transparan dan accountable.
“Prinsip syariah, kehati-hatian, optimal dan manfaat menjadi pedoman baku BPKH sebagai badan independen yang mengelola dan haji ini,” ucapnya menegaskan.
Ada enam surat berharga yang digunakan oleh BPKH, mulai dari saham syariah, sukuk, reksa dana syariah, surat berharga syariah negara, MTN syariah hingga KIK EBA syariah. Keenam-enamnya memiliki mitigasi risiko yang minim dan sudah sangat diperhitungkan. Selain itu juga telah mengantongi izin serta tidak melanggar syariah sehingga masyarakat yang menyetor dana haji ke BPKH tidak perlu khawatir.
Sementara itu, pemateri selanjutnya Hasyim Gautama memaparkan terkait hoaks dan informasi palsu tentang dana haji. Menurutnya, berbagai motif dan alasan dimiliki oleh para pelaku penyebar berita hoaks. Mulai dari motif bisnis maupun tujuan untuk mengambil data personal. Mereka juga melakukan beragam cara dalam upaya meyakinkan warganet Indonesia.
“Adapun hoaks seperti ini biasanya memanfaatkan positioning. Seperti contoh hoaks terkait dana haji yang dihubungkan dengan pemerintah serta bertepatan pada musim haji. Tujuannya adalah tentu untuk memperbanyak klik dari netizen sehingga mereka mendapat keuntungan,” tambahnya.
Pada akhir sesi bedah buku, Sri Cahyaning Umi Salama dan Eko Handayanto selaku dari sivitas UMM memberikan kritik serta saran terkait buku BPKH. Menurut mereka BPKH mungkin bisa membuat visualisasi terkait dana haji, mengingat animasi menjadi hal yang digandrungi oleh anak muda saat ini. Dengan adanya visual, para pembaca bisa lebih memahami dan menegrti apa yang ingin disampaikan lewat buku tersebut. Mereka juga berharap materi di buku BPKH bisa ditindaklanjuti hingga taraf global. Sehingga bukan hanya Indonesia yang dapat menggunakannya tapi juga negara lain. (haq/wil)