Chano Paramita. (Foto: Istimewa) |
Dulu, mahasiswi Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini pernah lima kali gagal dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru di satu sekolah kedinasan, dan empat Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Bukan, bukan karena ia tak pintar. Semasa duduk di SMAN 1 Purwosari, gadis cantik kelahiran Pasuruan ini seringkali mendapat gelar juara paralel di kelasnya. Beberapa gurunya pun sempat kaget mengapa anak pertama dari dua bersaudara ini selalu gagal tes masuk PTN.
“Saya menduga saat itu mungkin saya terlalu ambisius dan bersemangat dengan mindset kampus negeri, sehingga saya stress dan bisa jadi itu menjadi penyebab kegagalan saya. Buktinya ketika saya mengikuti seleksi penerimaan maba di UMM saya lolos karena saya tidak terbebani,” ungkap Chano Paramita. Chano juga mengaku, karena merasa terbebani dan terlalu ambisius ini, ia juga tidak beruntung ketika ujian nasional, nilainya tidak terlalu memuaskan.
Namun, menjadi mahasiswa UMM berhasil membuat pola pikirnya berkembang luas. Menurutnya, yang paling penting, dimana pun ia belajar, berhasil tidaknya seseorang dalam belajar tergantung pada kesungguhan dan kerja keras. Ia bersyukur pola didik orang tua yang tak pernah mematok prestasi berdasar angka, membuatnya lebih leluasa berkreasi.
Baca juga: Bikin Wastafel dari Barang Bekas untuk Warga Lumajang
Siapa sangka jika perjuangan menjadi mahasiswa “tak biasa” di UMM diganjar dengan prestasi sebagai juara 1 Mawapres (Mahasiswa Berprestasi) tingkat universitas, mengalahkan sejumlah delegasi dari fakultas lain, termasuk sahabatnya sendiri yang menduduki peringkat terbaik kedua.
Meraih gelar sebagai peringkat pertama mahasiswa berprestasi tingkat Universitas Muhammadiyah Malang, tak pernah terbayangkan dalam benak Chano. Jangankan menjadi juara, dicalonkan sebagai kandidat tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Tetapi, terpilih dalam seleksi Mawapres tentu bukanlah proses instan, sim salabim sekali jadi. Penilaian dalam seleksi mawapres meliputi penilaian tiga aspek, kemampuan bahasa asing, prestasi dan kemampuan karya ilmiah.
“Sebenarnya seleksi ini cukup berat bagi saya karena bersamaan dengan beberapa amanah saya sebagai kadiv diskusi dan prestasi di UKM FDI dan kesibukan praktikum di prodi. Namun mbak Dita (mawapres 2019 yang juga seniornya di UKM FDI) meyakinkan saya,” ungkapnya.
Dalam seleksi Mawapres yang diadakan secara daring pada 5 Juni 2020 lalu, Chano diminta mempresentasikan karyanya dalam bahasa asing. Salah satu nilai plus dalam presentasinya, menurut salah satu juri, Rahmawati Khadijah Maro, M. PEd, terletak dalam kemampuan menyampaikan social project yang ia miliki. Selain itu prestasi yang dimiliki Chano memang paling unggul jika dibandingkan kandidat lain.
Baca juga: Kisah Dosen Jadi Penyintas Covid-19 Akibat Pasien Bohong
Total ada 11 penghargaan tingkat nasional yang ia kantongi selama tiga tahun menjadi mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP UMM. Terbaru, ia berhasil meraih penghargaan juara 1 Content Campaign dan Competition yang diadakan oleh UK Petra. Chano juga tercatat memiliki tiga social project. Salah satu social project yang ia presentasikan di hadapan penyeleksi Mawapres Universitas adalah social project “PRAMU REMPAH”. Pramu Rempah adalah platform pemberdayaan untuk masyarakat agar terus menanam dan mempromosikan tanaman rempah dan tidak menjualnya ke tengkulak.
“Sebab jika dijual ke tengkulak, masyarakat yang rugi. Akhirnya saya dan tim mencoba mengelola simplisia rempah ini menjadi minuman yang ready to drink dan kami bantu promosinya. Saya menerapkan ilmu integrated marketing communication yang saya pelajari di Prodi Ilmu Komunikasi. Saat ini produk Pramu Rempah masih dalam uji coba laboratorium,” jelas Chano.
Kesukaannya belajar banyak hal memang membuat Chano lebih adaptif dalam belajar. Meski kuliahnya di bidang Ilmu Komunikasi, namun ia tetap membuka diri untuk belajar ilmu-ilmu yang lain. Prinsip didikan orang tuanya memang mempengaruhi pola belajarnya.
“Ortu saya selalu berpesan bahwa saya disekolahkan itu bukan sekedar untuk bekerja dapat uang banyak dan hal-hal yang bersifat pragmatis lainnya, namun saya belajar itu agar berkah dan bermanfaat untuk banyak orang. Ini yang selalu menjadi pedoman saya,” imbuhnya.
Harapan kedepannya, Chano ingin bisa menembus publikasi jurnal internasional dan menulis artikel di media massa. Ketika ditanya apakah ia akan mengkonversikan prestasi nasional dalam bidang kepenulisan sebagai TA Karya pengganti skripsi, Chano mengaku ingin membuat dua-duanya.
“Saya ingin TA Karya sekaligus membuat skripsi, biar bisa merasakan semua. Karena S1 itu menurut saya fundamental,” tuturnya. (wnd/can)