Dosen Fakultas Hukum UMM Bersama Perwakilan dari Negara Lainnya. (Foto: Istimewa) |
Partisipasi politik dari anak muda menjadi bagian terbesar dari porsi pemilih di Indonesia. Hal ini juga sangat penting untuk memperkuat bangunan demokrasi di negeri ini. Hanya saja, partisipasi generasi muda dalam pemilu masih cenderung rendah. Hal itu mengundang perhatian dan aspirasi dari dosen fakultas Hukum UMM, Sholahuddin Al Fatih, S.H., M.H. Salah satunya ia sampaikan dan diskusikan di dalam program Democracy Defenders Accelerator (DDA) Bootcamp, pada 27 Maret 2023 di Estonia. Adapun agenda itu dilaksanakan oleh Non Governmental Organization (NGO) bernama Citizen OS.
Fatih sapaan akrabnya mengatakan rendahnya partisipasi anak muda dalam pemilu membuat kemungkinan kecurangan menjadi lebih besar. Karena hak pilih yang seharusnya terisi menjadi kosong (golongan putih). Sehingga bisa dicurangi oleh beberapa pihak. Keresahan Fatih itu, ia diskusikan dengan 30 perwakilan dari berbagai negara di dunia.
“Program tersebut masih akan terus berlanjut hingga November tahun ini melalui pertemuan. Tujuan program ini sendiri yaitu mendukung dan memberdayakan lebih banyak orang untuk mengambil tindakan dalam menghadapi persoalan demokrasi yang ada di dunia. Selain itu juga sebagai wadah aktivis muda untuk berbagi cerita terkait persoalan demokrasi di negara masing-masing,” jelas Fatih.
Baca juga: Rektor UMM Ajak Warga Lapas Perempuan Malang NgabubuREAD
Lebih lanjut, Fatih mengungkapkan permasalahan demokrasi yang ada Indonesia justru tidak ditemukan di negara lainnya. Ia justru menemukan bahwa Jerman memiliki permasalahan demokrasi terkait konflik ras di pemerintahanya. Kemudian Belanda dengan masalah digitalisasi demokrasinya dan negara Afganistan yang memiliki persoalan terkait keadilan berpendapat.
“Dari hasil diskusi, ditemukan permasalahan utama yang ada di berbagai negara yaitu tentang kurangnya kesadaran anak muda di dunia dalam menggunakan media sosial. Permasalahan itu kemudian menjadi fokus untuk dikerjakan selama satu tahun ke depan,” terang Fatih.
Baca juga: Marching Band UMM Borong Piala di Kompetisi Jatim
Menariknya, program yang Fatih ikuti dilaksanakan bertepatan dengan puasa Ramadan. Sehingga selama berpuasa di negara bagian Eropa Utara itu, Fatih mengalami beberapa culture shock. Mulai dari makanan halal yang sangat sulit didapatkan hingga menjalani puasa selama 16 jam.
“Alhamdulillah melalui program ini banyak hal baru yang didapatkan. Insyaallah bisa saya implementasikan sebagai model pembelajaran di kelas. Kemudian wawasan saya tentang demokrasi juga bertambah,” ungkap Fatih.
Terakhir, Fatih berharap akan ada lebih banyak dosen dan juga mahasiswa yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sejenis. Selain itu, dosen sekaligus staf bagian kerjasama internasional itu juga menyampaikan sedang melakukan penjajakan agar UMM dan NGO Citizen OS bisa bekerja sama. Tidak hanya dengan NGO terkait tapi kedepannya juga bisa melakukan kerja sama dengan beberapa kampus di Estonia. (zak/wil)