Focus Group Discussion Konflik Palestina dan Israel (Foto : Istimewa). |
Sebagai bentuk dukungan penuh untuk Palestina, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) gelar deklarasi dan diskusi konflik Palestina dan Israel. Dalam agenda yang dilaksanakan pada 7 Mei 2024 itu, ratusan sivitas akademika hadir dan memberikan dukungan berupa donasi, pemikiran, dan semangat agar Palestina dapat segera bebas dan menghentikan konflik yang berkepenjangan. Acara ini juga dilaksanakan serentak oleh 172 perguruan Muhammadiyah dan Aisyiyah se-Indonesia dalam waktu yang sama.
Rektor UMM Prof. Dr. Nazaruddin Malik, M.Si. mengatakan bahwa diskusi dan deklarasi ini mencoba memberikan berbagai perspektif akan tragedi kemanusiaan di Palestina. Dukungan akan lebih bagus lagi jika memahami konsep dan hal yang sedang terjadi. Apalagi Indonesia memang tidak mengamini kekerasan antar manusia. Adapun Kampus Putih UMM juga telah mengambil berbagai sikap tegas dukungan untuk Palestina, misalnya dari segi finansial hingga kemanusiaan.
Baca juga : Dosen UMM: Gen Z Sering Gunakan Bahasa Inggris, Bahasa Daerah Terancam Punah
“Pada agenda ini, sudah ada Pak Boy dan Pak Haryo yang akan memberikan penjelasan dan pencerahan. Bagaimana kita seharusnya bersikap dan melihat konflik Palestina-Israel dari berbagai perspektif. Sehingga bisa mendapatkan gambaran secara eksplisit tentang hal ini,” katanya.
Diskusi menarik juga tersedia dalam acara itu. Turut hadir Pradana Boy ZTF, Ph.D. yang memberikan penjelasan menarik. Menurutnya, meski Indonesia memiliki banyak ideologi keagamaan, namun konflik yang terjadi di Palestina benar-benar bisa menyatukan mereka. Sayangnya, dukungan besar ini tidak dibarengi dengan pemahaman konflik yang cukup. Berbagai upaya juga sudah dilakukan oleh masyarakat, termasuk dari sederet ormas yang ada.
“Misalnya saja Muhammadiyah yang sudah bantuan finansial ke Palestina sebesar 45 miliar rupiah yang terkumpul melalui Lazismu. Memberikan pendidikan dan pelatihan bagi para pengungsi Palestina, hingga memperkuat dan pemberdayaan ekonomi. Selain itu, adapula Nahdatul Ulama (NU) yang turut berkontribusi mendukung kebebasan Palestina. Misalnya saja dengan tujuh statement tentang posisi NU, bantuan dana, dan dukugan narasi di media sosial untuk mendukung Palestina,” tambahnya.
Baca juga : Kontribusi Riset dan Inovasi, UMM Raih 9 Paten HaKI
Di samping itu, Boy juga menjelaskan beberapa tantangan dalam dukungan pada Palestina. Beberapa di antaranya pemahaman yang cukup akan konsep dukungan dan konflik, kurangnya persatuan sikap politik dari neara-negara muslim, hingga penyediaan dukungan substansial yang fokus pada solusi atas inti masalahnya.
Sementara itu, Haryo Prasodjo selaku pakar pemikiran politik Islam mengatakan bahwa konflik Palestina-Israel harus diliat dari berbagai perspektif, bukan hanya dari aspek agama saja. Namun juga pada sisi politik, militer, ekonomi dan lainnya. “Apalagi ada juga aktor-aktor internasional yang berkecimpung. Siapa yang memasok rudal atau iron dome? Siapa yang diuntungkan dari konflik di tanah Palestina ini? Hal ini tentu sangat kompleks,” katanya.
Ia mengatakan, perlu meilihat juga dari struktur hubungan internasional. Palestina dan Israel tidak berdiri sendiri, pasti ada negara yang mendukung mereka. Misalnya Indonesia yang selalu siap mendukung Palestina. Begitupun dengan aspek hukum dan konsensus internasional
“Permasalahannya adalah kita berada pada satu sistem bersama, yakni persyarikatan bangsa-bangsa (PBB). Di dalamnya, pemegang hak veto kebanyakan adalah negara yang mendukung dan pro Israel. Ini menjadi tantangan yang cukup menantang,” katanya.
Haryo juga memberikan sederet kunci keberhasilan agar Pelastina mendapatkan haknya. Dimulai dengan penguatan struktur internal pemerintahan Palestina. Kemudian juga memotong dukungan pendanaan dan politik, misalnya dengan memboikot produk pendukung Israel. Begitupun dengan dukungan solid dan konkret dari negara-negara musli serta posisi Indonesia untuk memberikan bantuan kemanusiaan di sana. (wil)