Diskursus Pancasila Musti Dihidupkan secara Proporsional dan Kontekstual

Author : Humas | Senin, 03 Agustus 2020 12:23 WIB
Nurbani Yusuf. (Foto: Fida/FKIP)

DOSEN Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Nurbani Yusuf, menggarisbawahi pentingnya menghidupkan kembali diskursus tentang Pancasila secara proporsional dan kontekstual dengan semangat zaman. Pasalnya, terjadi penurunan kepercayaan publik terhadap ideologi Pancasila. Pada tahun 2005 publik yang pro-Pancasila angkanya mencapai 85,2%, tahun 2010 angkanya menurun menjadi 79,4%, tahun 2015 angkanya menjadi 79,4%, dan di tahun 2018 berada di anka 75,3%.

“Dalam waktu 13 tahun, publik yang pro-Pancasila mengalami penurunan sebanyak 10%,” disampaikan Nurbani dalam sidang terbuka doktor yang digelar secara daring (30/7).  

Nurbani berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Restorasi Ideologi Pancasila Dalam Pemikiran Tokoh Nasional(Studi Hermeneutika Fenomenologi Terhadap Ahmad Syafii Ma’arif, Yudi Latif, dan Yudian Wahyudi)” di hadapanpara Dewan Penguji.

Lebih lanjut, Nurbani menjelaskan secara gamblang bagaimana implikasi yang diberikan para tokoh nasional terhadap ideologi Pancasila. Menurutnya, tokoh-tokoh nasional yang ditelitinya memiliki empat dimensi penting dalam dirinya yang membuat ideologi Pancasila dapat memelihara relevansinya di tengah perkembangan aspirasi masyarakatnya dan tuntutan perubahan zaman. Dimensi tersebut yakni Dimensi Idealitas, Dimensi Fleksibelitas, Dimensi Realistas, dan Dimensi Relatif-Spekulatif.

Baca juga: Lab Experimental Farm Beri Solusi Berkurban di Tengah Pandemi

Dimensi idealitas maksudnya adalah suatu ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dimensi fleksibilitas mengacu pada ideologi yang demokratis, yang meletakkan kekuatannya pada keberhasilannya merangsang masyarakat untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya.

“Melalui pemikiran-pemikiran baru tentang dirinya ideologi itu mempersegar dirinya, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu. Dari situ kita barang kali dapat menyimpulkan bahwa suatu ideologi terbuka, karena bersifat demokratis, memiliki apa yang mungkin dapat kita sebut sebagai dinamika internal yang mengundang dan merangsang mereka yang meyakininya untk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang dirinya tanpa khawatir atau menaruh curiga akan kehilangan hakekat dirinya,” terang Nurbani di tengah presentasinya di depan dewan penguji.

Selanjutnya, dimensi realita maksudnya adalah ideologi itu memiliki nilai-nilai dasar yang bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup di dalam masyarakatnya, terutama pada waktu ideologi tersebut lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama.

Baca juga: UMM Berdayakan Masyarakat Parangargo Lewat Budidaya Ikan Sistem Biona

Adapun dimensi Relatif-Spekulatif merupakan intepretasi yang dilakukan oleh para tokoh berdasarkan hasil perenungan panjang dalam pengalamannya dalam rangka memberikan solusi atas pertanyaan-pertanyaan atau kegelisahan yang dihadapi oleh masyarakat pada ideologi yang telah disepakatinya.

Atas temuan-temuan dalam disertasinya tersebut, para dewan penguji memberikan apresiasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan penelitian yang dilakukan oleh Nurbani sangat relevan bila disandingkan dengan keadaan kontektual kekinian seperti kegaduhan beberapa waktu lalu yang menyoal urgensitas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila.

“Penelitian yang dilakukan oleh Pak Nurbani ini bagus sekali. Mengapa? Karena penelitian ini sangat relevan bila disandingkan dengan keadaan kontektual kekinian seperti kegaduhan beberapa waktu lalu menyoal urgensitas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila,” ucap Dr. Tri Suryaningsih. (fid/can)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image