Arif Luqman Hakim, S.EI., M.E., Dosen Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) (Foto : Istimewa) |
Dalam dinamika konflik Israel-Palestina, satu isu yang tengah memanas adalah boikot produk yang mendukung Israel. Ini telah menjadi topik hangat dalam perbincangan global, memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas dan dampaknya. Beberapa pihak mendukung gerakan ini sebagai ekspresi solidaritas dengan Palestina, sementara yang lain memandangnya sebagai tindakan kontroversial dengan potensi dampak sosial dan ekonomi yang signifikan.
Fenomena itu menarik perhatian Arif Luqman Hakim, S.EI., M.E., seorang dosen Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Boikot produk Israel adalah sebuah aksi yang meliputi penolakan produk yang berasal dari Israel atau mendukung Israel, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Aksi boikot tersebut merupakan bentuk protes atas tindakan genosida pemerintah Israel terhadap Palestina. Kontroversi muncul berkat adanya kontroversi mengenai efektivitas dan dampaknya. Sebagian percaya bahwa ini adalah bentuk dukungan yang diperlukan untuk memaksakan perubahan dan menekan pelanggaran hak asasi manusia oleh Israel. Namun, pandangan lain menganggapnya tidak efektif dan merugikan perekonomian.
Baca Juga : UKM Golf UMM Gandeng IKA Gelar Turnamen Golf
“Beberapa percaya bahwa boikot bisa mendorong perubahan politik dan perilaku, sementara yang lain menilai bahwa dampaknya terbatas," jelas dosen yang akrab disapa Luqman ini.
Luqman menilai, aksi itu jelas akan berpengaruh pada para karyawan yang bekerja di perusahaan-perusahaan terkait. Meskipun tidak dalam jangka pendek, namun dampak jangka panjanganya akan berlangsung secara signifikan. Misalnya kehilangan pekerjaan atau penurunan pendapatan karena menurunnya minat dan daya beli konsumen.
Tak hanya itu, meskipun Indonesia bukan mitra dagang utama Israel, pengaruh aksi boikot ini dapat memengaruhi perdagangan internasional dan ekonomi nasional. Dampak negatif yang akan terjadi yakni potensi pengurangan impor produk Israel, yang dapat memengaruhi perdagangan dan ketersediaan produk tertentu di pasar Indonesia.
Baca Juga : Terpilih secara Aklamasi, Gus Irsyad Kembali Jadi Ketua IKA UMM
Namun menurut Luqman, dampak tersebut tidak begitu berarti mengingat perusahaan-perusahaan yang pro-Israel tersebut hanya bergerak dalam pemenuhan kebutuhan sekunder saja. “Justru ini adalah momen yang tepat bagi pemerintah untuk mendukung produk lokal agar lebih eksis di kancah nasional. Ini merupakan peluang untuk menunjukkan kualitas produk lokal juga tidak kalah menarik dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.
Terakhir, Luqman juga menyampaikan, selain boikot produk Israel, ada alternatif lain yang dapat dipertimbangkan dalam mendukung Palestina. Ini termasuk dukungan dalam hal pendidikan, advokasi untuk dialog damai, dan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina. "Alternatif-alternatif ini adalah cara untuk membantu Palestina tanpa merugikan perekonomian mereka atau orang-orang yang mungkin terdampak oleh boikot," tutupnya. (Rev/Wil)