Dosen Hukum UMM: Hati-hati Uang Palsu Pasca Lebaran

Author : Humas | Sabtu, 20 April 2024 07:49 WIB
Tinuk Dwi Cahyani, SH., S.HI., M.Hum. (Foto : Istimewa).

Peredaran uang palsu perlu diwaspadai, terutama usai momen lebaran. Pasalnya, berbagi Tunjangan Hari Raya (THR) telah menjadi tradisi masyarakat Indonesia pada Hari Raya Idul Fitri. Masyarakat Indonesia akan mulai menukar uang pecahan atau uang baru untuk dijadikan THR atau “uang saku” saat lebaran.

Tinuk Dwi Cahyani, SH., S.HI., M.Hum. selaku dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyampaikan bahwa adanya uang palsu ini dapat berdampak pada kepentingan umum, khususnya permasalahan ekonomi. Dampak yang paling signifikan adalah menimbulkan inflasi. Semakin besar jumlah uang palsu yang beredar, maka akan sangat mempengaruhi daya beli dan perekonomian masyarakat.

“Uang palsu pun dapat digunakan untuk bertransaksi jika orang-orang tidak mengetahuinya. Sehingga, uang yang beredar tidak terkontrol dan malah membuat rupiah menjadi tidak bernilai,” jelasnya.

Baca juga : Kasus Korupsi Mencuat, Dosen UMM Soroti Integrasi Pendidikan Anti-Korupsi

Telah ada aturan mengenai Mata Uang di UU No. 7 Tahun 2011. Pada Pasal 26 dan Pasal 27, telah dijelaskan bahwa dilarang untuk memalsukan, menyimpan, hingga mengedarkan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu. Bagi yang memalsukan Rupiah, ancaman pidananya paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 Milyar. “Jika mengedarkan, maka ancaman yang didapatkan bisa lebih tinggi,” tegas Tinuk.

Ia pun melanjutkan jika Indonesia memiliki Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) yang terdiri dari Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia (BI). Namun, kontribusi masyarakat tetaplah dibutuhkan untuk memaksimalkan pencegah dan pemberantasan edaran uang palsu ini.

Baca juga : Pakar UMM: Perang Iran dan Israel Berdampak pada WNI di Timur Tengah

“Jika masyarakat memiliki keresahan terkait uang palsu, bisa segera melapor misalnya ke BI. Nanti BI akan merespon dan melakukan penelitian terhadap fisik uang tersebut. Jika BI sudah menyatakan itu palsu, maka akan dilakukan pengamatan dan penelusuran sumber uang tersebut,” pungkasnya.

Untuk ini lanjut Tinuk, masyarakat dihimbau dapat  terus kooperatif dan berperan aktif. Demikian pula toko kelontong maupun swalayan, bisa mulai menggunakan sensor untuk mendeteksi keaslian Rupiah. Hal ini dapat membantu mencegah dan mendeteksi lebih awal peredaran uang palsu. “Ini pentig agar lebih mudah terdeteksi,” tambahnya.

Untuk momen lebaran dan usai lebaran, Tinuk pun memberikan beberapa tips agar tidak tertipu dan mendapatkan uang palsu. Pertama, kita harus teliti dengan bahan, ukuran, gambar, dan warna dari uang tersebut. Periksa apakah uang tersebut mirip dengan uang asli, dari segi ukuran, gambar, hingga bahan. Kedua, jangan mudah tergiur dan terburu-buru. Tukarkanlah uang di tempat resmi seperti Bank Indonesia. Selain karena tidak memiliki biaya tambahan, uang di Bank telah terjamin keasliannya.

“Saya harap masyarakat tidak tergiur untuk menukarkan uang di tempat yang tidak resmi. Karena tempat seperti itu biasanya memiliki biaya tambahan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan keaslian uangnya,” tutupnya. (dev/wil)
 

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image