Nurudin, M. Si. (Foto: Istimewa) |
DOSEN Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Nurudin, M.Si. baru saja menerbitkan bukunya yang ke-21. Buku setebal 214 halaman ini diberi judul Komunikasi Politik dalam Masyarakat Tidak Tulus. Buku yang dibandrol penerbit Prenada seharga Rp 60.000 ini bisa dibeli di toko buku terkemuka di seluruh Indonesia dan dapat juga dibeli secara online.
Menurut Nurudin, buku ini berbeda karena banyak menyoroti kebijakan pemerintah. “Saya itu konsisten sejak menulis tahun 1991. Konsisten mengkritisi kebijakan pemerintah. Sejak dahulu. Saya yakin pasti ada kekurangannya. Saya kadang tak peduli dianggap haters. Tetapi saya tetap konsisten. Ini bukan soal kubu-kubuan. Tidak ada hubungannya. Boleh dilihat tulisan-tulisan saya dahulu. Sebab dimanapun dan kapanpun pemerintah membutuhkan kritik,” ungkapnya.
Kritik ini menurut Nurudin adalah sebuah masukan, karena tanpa menilai kritik sebagai masukan, kritik selamanya akan dianggap sebagai rongrongan. “Kritik tetaplah kritik yang punya takdirnya sendiri,” imbuhnya.
Tak hanya menulis buku, ia juga kerap ‘memprovokasi’ mahasiswa untuk semangat menuliskan karyanya. Pada Kamis (16/7) nanti, ia bahkan akan melaunching 10 buku karya mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi hasil “provokasi’’-nya.
Baca juga: UMM Tholabul Ilmi ke Pondok Gus Baha
Judul bukunya yang unik ini, Komunikasi Politik dalam Masyarakat Tidak Tulus, punya latar belakang tersendiri. Buku ini sebenarnya adalah hasil pengamatan Nurudin atas fenomena komunikasi politik yang selama ini terjadi. Ia menilai, seperti ada ketidaktulusan dalam berkomunikasi. Tidak tulus ini tidak hanya terjadi di masyarakat, tetapi juga pemerintah.
Buku terbaru Nurudin. (Foto: Istimewa) |
Misal, masyarakat saling caci, kubu-kubuan. Seolah kelompok dirinyalah yang paling benar. Buntutnya saling menyalahkan. Menurutnya, itu adalah bentuk komunikasi tidak tulus. Lalu ia juga menilai, pemerintah juga tidak tulus. Misalnya membuat kebijakan tidak tegas.
“Lihat kasus covid-19. Betapa karut-marutnya komunikasi pemerintah sejak awal muncul. Tak ada sinkroniasi antar lembaga. Ini kan tidak baik bagi proses kebijakan. Hasilnya? Saat negara lain sudah turun yang terkena wabah, kita masuk melaju,” kritiknya.
Baca juga: Buat Alat Siram Cerdas untuk Kampung Tangguh Pasuruan
Dikenal sebagai dosen yang sangat produktif menulis, bukan berarti ia tak menemukan kebosanan dalam membuat karya. Sebab diakuinya menulis itu capek dan membutuhkan konsentrasi tinggi, juga monoton. Dia membagi tips bagaimana melawan kebosanan tersebut. Ia menyarankan untuk menulis dengan cara mencicil, tidak perlu sekaligus.
Saat sibuk, ia biasakan untuk menulis satu halaman. Biasanya ia menuliskannya di handphone. Penting baginya untuk tetap menulis. Pokoknya menulis, begitu prinsipnya. Sebab ia meyakini bahwa setiap tulisan punya pasar pembaca sendiri-sendiri. Ia juga meyakini bahwa dengan menulis adalah cara untuk menebar kemanfaatan.
“Karena saya mampunya menulis, jadi saya berusaha konsisten untuk menulis. Seperti yang saya sampaikan tadi, bahwa dengan menulis saya bisa membantu mengenalkan tak hanya keilmuan komunikasi namun juga mempromosikan kampus ke khalayak luas,” tuturnya. (wnd/can)