Abdus Salam, S.Sos., M.Si. (Foto: Istimewa). |
Berada di era yang dipenuhi informasi dan aktivitas beragam, fenomena ‘Fear of Missing Out’ (FOMO) telah menjadi bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan masyarakat. Kecemasan akan takutnya ketinggalan tren tertentu, kian menjadi keresahan baru. Hal ini memantik Abdus Salam, S.Sos., M.Si., selaku dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk menyoroti aspek FOMO dalam dinamika sosial.
Sebagai seorang pakar Sosiologi, ia menilai bahwa manusia sebagai makhluk sosial memiliki keinginan untuk diakui oleh orang lain. “Jika melihat dari perspektif sosiologi, ini termasuk dalam teori achievement mendorong seseorang berkompetisi meningkatkan kualitas diri,” terang Salam.
Baca juga : Begini Cerita Seru Chacha, Mahasiswa Kelas Internasional UMM yang Timba Ilmu di Turki
Ia menekankan bahwa FOMO dapat berperan aktif dalam mendorong individu untuk terlibat lebih aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, juga memotivasi seseorang untuk mengikuti perkembangan terkini dalam berbagai bidang. Sehingga, menciptakan iklim yang terus berinovasi dan mengembangkan minat baru.
Sebagai contoh nyata, ia mencatat salah satu sisi positif dari FOMO adalah tren penjualan di Tiktok. “Ini adalah momentum berjualan yang dapat menunjang perekonomian, masyarakat dapat berkreasi dengan bebas melalui tren ini. Ini menjadi fakta sosial yang tidak bisa dihindari,” paparnya.
Baca juga : Dosen Kesehatan UMM: Perbanyak Minum Air Putih Saat Keracunan Makanan
Selain itu, Salam menyoroti bahwa FOMO dapat mengubah paradigma sosial. Hal ini dikarenakan FOMO menjadikan masyarakat lebih terbuka terhadap keberagaman dan perkembangan budaya. Dalam suatu kegiatan atau acara tertentu, masyarakat cenderung untuk berpartisipasi dalam aktivitas bersama, menciptakan jejaring sosial yang lebih kuat. FOMO juga berperan dalam memotivasi individu untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek sosial dan amal.
"Ketika seseorang merasa terdorong untuk tidak ketinggalan terhadap upaya kemanusiaan atau proyek-proyek sosial, ini dapat menciptakan gelombang positif solidaritas dan kontribusi masyarakat. Bahkan fenomena ini juga dapat meniakkan popularitas seseorang. Contohnya pendakwah di Madura yang tiba-tiba viral karena aksi dakwahnya yang dilakukan di sosial media,” sebutnya.
Meskipun demikian, Salam juga memberi peringatan terkait dampak negatif yang ditimbulkan dari FOMO dalam masyarakat. Fenomena ini tak lepas kaitannya dengan perkembangan teknologi, termasuk gawai. Hal ini tentu akan merenggangkan hubungan antar sesama dan menimbulkan kesenjangan sosial.
“Saat ini citra dan fakta susah dibedakan, mengingat semua kegiatan dengan gampangnya diposting di media sosial. FOMO itu tidak dapat dihindari, tetapi tetap harus diimbangi dengan pola interaksi sosial seperti aktif berkontribusi dan berpartisipasi pada kegiatan di lingkungan masyarakat,” pungkasnya. (lai/wil)