Dosen UMM Sebut IKN Berikan Peluang Peningkatan Ekonomi

Author : Humas | Senin, 10 Juni 2024 13:31 WIB
Dr. Saiman, M.Si. dosen Ilmu Pemerintahan UMM (Foto : Istimewa)

Ibu Kota Negara (IKN) akan beroperasi secara perdana pada 17 Agustus 2024 bertepatan dengan perayaan HUT ke-79 Kemerdekaan RI di Nusantara, Kalimantan Timur. Berbagai polemik berkembang di masyarakat. Sebagian menganggap hal ini sebagai peluang, Sebagian lainnya melihat hal tersebut sebagai ancaman. 

Menanggapi hal ini, Dr. Saiman, M.Si. dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyampaikan bahwa memindahkan ibu kota memang diperlukan karena perkembangan Jakarta yang semakin padat dari segi jumlah penduduk dan pembangunan infrastruktur. Namun ada beberapa hal juga yang harus diperhatikan serta perlu proses yang bertahap.

“Dari segi tata pemerintahan pun tidak bisa instan stabil, sudah pasti perlu proses dan bertahap seiring berjalannya waktu. Membangun ibu kota tidak hanya dilihat dari aspek fisik saja, melainkan sistem tata kelola juga harus diperhatikan. Misalnya saja seperti kesiapan sumber daya manusianya, infrastruktur, sarana prasarana, anggaran dan sistem pendukung lainnya yang bisa membantu proses IKN sebagai tata pemerintahan,” tambahnya.

Baca juga : Dosen UMM Jelaskan Penyebab Rendahnya Minat Masyarakat Gunakan PLTS

Tak hanya itu, ia juga menjelasakan bahwa sebenarnya IKN memiliki dampak positif yang besar bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam jangka panjang. Salah satunya menjadi kebanggaan masyarakat karena memiliki daerah baru sebagai pusat pemerintahan. Hal itu membentuk sejarah di masa depan  karena Indonesia berani berkembang untuk memindahkan ibu kota negara. 

“Jika ditarik dari segi ilmu pemerintahan, IKN menjadi suatu peluang dan juga tantangan agar Indonesia bisa diakui secara internasional. Salah satu harapan yang diemban IKN baru adalah adanya pertumbuhan ekonomi. IKN membuka peluang bagi masyarakat dari segi ekonomi dan pariwisata. Jika dimanfaatkan dengan baik maka akan membantu menumbuhkan perekonomian di daerah sekitar IKN,” tambahnya.

Masyarakat bisa membuka beberapa usaha baik jasa maupun barang, perumahan baru, bahkan tempat wisata yang menarik bagi wisatawan lokal maupun luar. Namun, sayangnya suatu pembangunan tak lepas dari banyaknya biaya yang akan dikeluarkan, karena saat ini pemerintah  masih fokus terhadap infrastruktur jalan inti di pusat IKN. Maka dari itu jika ada pihak yang berkeinginan membuat usaha, tentu harus siap dengan biayanya.

“Melihat banyaknya biaya pembangunan IKN, pemerintah perlu bekerjasama dengan para investor untuk mendukung proses pembangunanya. Hal ini sebetulnya bisa memunculkan ancaman bagi Indonesia, apakah memberikan manfaat bagi bangsa indonesia atau malah sebaliknya,” katanya.

Ia pun mengingatkan bahwa penting untuk mengkaji dan memperjelas sisi politik hukumnya. Generasi muda dalam hal ini harus turut andil, siap siaga dan tetap kritis terhadap keputusan pemerintah bagi kebaikan masa depan IKN. Adanya IKN juga tentu berdampak pada lingkungan. Banyak lembaga swadaya masyarakat yang kontra akan hal itu karena hutan di Kalimantan adalah adalah salah satu paru-paru dunia.

Ada juga ancaman lain jika dilihat dari sisi topografi, yaitu tata bentuk tanah IKN yang daratannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan di daerah itu dikelilingi rawa dan sungai. Maka dalam proses pembangunannya harus mengantisipasi terjadinya banjir, “Jangan sampai di Jakarta  problem utamanya banjir, pindah ke IKN baru tetap saja banjir,” ujarnya. 

Meski demikian, ia melihat ada sisi positif dalam pembangunan IKN. Salah satunya sarana transportasi jalur laut, udara, dan darat menuju IKN yang cukup memadai. Artinya tidak terlalu pusing untuk memikirkan sarana transportasi saat masa pembangunan. Ia pun mengajak masyarakat Indonesia untuk turut mendukung agar pembangunan IKN dapat berjalan lancar dan menghadirkan banyak hal.

 Baca juga : Dosen UMM Beri Cara Antisipasi Pelecehan Seksual di Sekolah

“Masyarakat bisa melihat peluang adanya IKN dengan cara yang positif. Jangan sampai mega proyek IKN ini berhenti di tengah pembangunan dan mangkrak. Bila itu terjadi, maka yang rugi adalah masyarakat karena dana pembangunan bisa dibilang juga berasal dari uang rakyat,” tutupnya. (dit/wil)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image