Prof. Dr. Ir. Jabal Tarik Ibrahim, M.Si Menjelaskan Krisis Sektor Pertanian Akibat Konflik Palestina dan Israel (Foto : Laili Humas) |
Perang berkepanjangan yang terjadi antara Israel dan Palestina tidak hanya meninggalkan jejak berdarah di medan pertempuran. Tetapi juga berdampak pada banyak aspek, termasuk sektor pertanian. Misalnya saja pertanian di Israel. Kini sektor pertanian Israel bergantung pada pada hasil panen, dengan sebagian besar sayuran dan seperlima buah-buahan. Namun sekarang, pertanian tersebut hanya bergantung pada kerja sukarelawan untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Prof. Dr. Ir. Jabal Tarik Ibrahim, M.Si selaku dosen Agribisnis Univesitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyoroti bahwa konflik antara Israel dan Palestina membawa dampak yang mencangkup seluruh spektrum. “Konflik ini tidak hanya merugikan para petani, tetapi juga berdampak pada ketersediaan stok pangan secara keseluruhan di Israel,” ungkapnya.
Jabal, sapaannya, menegaskan bahwa perang ini memberikan dampak langsung yang menyentuh jiwa para petani di Israel. Para petani tidak hanya merasakan ketidakpastian akibat konflik yang terus berlanjut, tetapi juga harus menghadapi ancaman nyata dari roket, tentara, dan bahkan ancaman terhadap keluarga mereka. Situasi ini membuat lingkungan kerja menjadi tidak stabil dan berisiko.
“Sedangkan, dampak tidak langsung terletak pada suplai sarana produksi pertanian. Khususnya bahan pupuk yang diimpor dari Ukraina dan Italia. Apalagi, sebagian hasil pertanian di Israel juga diekspor. Sehingga, menghambat rantai transportasi, kelancaran ekspor hingga logistik secara keseluruhan,” jelasnya.
Lebih lanjut, kenaikan drastis dalam biaya produksi menjadi momok bagi petani Israel. Jabal menekankan bahwa biaya impor bahan pupuk melambung tinggi. Terlebih, dengan nilai USD yang naik hampir mencapai 16 ribu pada 31 Oktober silam. Hal ini menciptakan beban finansial yang signifikan, karena Israel harus menggelontorkan lebih banyak uang lokal untuk mendapatkan mata uang dollar.
Memang, saat ini Israel memiliki pola penjagaan ketahanan pangan yang cukup baik, mengoptimalkan produksi dalam negeri maupun luar negeri. Keberhasilan ini ditopang oleh pengelolaan gudang pangan yang tidak dijadikan sasaran oleh Hamas, memberikan stabilitas pada pasokan makanan di negara tersebut.
Namun, perkembangan infrastruktur pertanian mengalami hambatan, menyebabkan penurunan produksi dan gangguan pada rantai distribusi keluar. Situasi ini menciptakan tantangan serius yang perlu segera diatasi untuk memastikan kelangsungan ketahanan pangan dan kestabilan ekonomi di masa depan.
“Jika konflik ini terus berlanjut, skenario terburuk adalah pertanian di Israel akan menghadapi tantangan serius dalam jangka panjang. Hambatan pada sarana produksi dan ekspor berpotensi menyebabkan peningkatan biaya produksi, penurunan produktivitas, dan kerugian ekonomi yang lebih besar,” tutupnya. (*lai/wil)