Dian Ermawati ditemani oleh Rahmania Santoso selaku host dalam menanggapi kasus keracunan obat sirup (Foto : Istimewa) |
Beberapa waktu terakhir publik dihebohkan dengan kasus gagal ginjal yang menyerang anak-anak akibat konsumsi obat sirup. Menanggapi hal tersebut, dosen Program Studi (Prodi) Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dian Ermawati, S.Farm., Apt., M.Farm. menjelaskan bahwa kasus gagal ginjal atau dalam istilah medisnya Acute Kidney Injury (AKI) tersebut berasal dari zat tambahan obat sirup. Adapun ia dan Aghnia membahas kasus keracunan sirup dalam agenda UMMTalks, 24 Oktober 2022 lalu.
lebih lanjut, Dian sapaan akrabnya menjabarkan bahwa untuk mempertahankan dan menstabilkan obat selama dua tahun, industri farmasi memasukan beberapa zat aktif dalam obat sirup. Selain mengandung parasetamol, obat sirup juga mengandung bahan aktif lainnya yaitu zat pelarut. Fungsinya adalah untuk melarutkan air dengan bahan aktif lainnya.
“Ada empat zat pelarut yang diperbolehkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol. Diluar itu ada pula bahan pelarut yang dilarang oleh BPOM yakni etilen glikol dan dietilen glikol,” kata dosen teknologi farmasi tersebut.
Dalam kasus obat sirup penyebab AKI, Dian menjelaskan bahwa ditemukan adanya pencemaran etilen glikol dan dietilen glikol didalam zat pelarut yang aman. Pencemaran tersebut melebihi batas ambang yang diperbolehkan sehingga menyebabkan gangguan ginjal pada penggunanya. Akibat terjadinya pencemaran pada zat pelarut tersebut, BPOM melarang penggunaan semua obat sirup baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.
Baca juga : Dua Dosen Farmasi UMM Jelaskan Kasus Keracunan Obat Sirup
“Semua obat sirup baik untuk dewasa maupun untuk anak-anak memiliki komposisi bahan yang sama. Hal yang membedakan keduanya hanya terletak di kadar zat aktif yang kandung. Oleh karenanya, sampai pemeriksaan secara menyeluruh yang dilakukan oleh BPOM, masyarakat diharapkan untuk tidak menggunakan obat sirup,” ujar Dian.
Di sisi lain, Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Aghnia Fuadatul Inayah, M.Farm.Klin., Apt. mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang kesulitan akibat adanya pembatasan obat sirup ini. Banyak orang baik dewasa maupun anak-anak yang tidak bisa menelan obat dengan baik. Bahkan ada beberapa orang yang menghancurkan obatnya lalu meminumnya bersama air agar mudah ditelan.
“Saya memahami kesulitan masyarakat. Apalagi anak kecil memang selalu rewel ketika akan diberi obat berbentuk pil atau kapsul. Namun saya tidak menyarankan untuk menghancurkan pil secara mandiri di rumah. Kepada orang-orang yang tidak bisa menelan obat pil sebaiknya meminta pertolongan apoteker untuk menghancurkannya menjadi bubuk agar takarannya tetap pas,” kata dosen farmasi klinis UMM itu.
Selain itu untuk menghindari gejala keracunan atau efek samping AKI pada obat lainnya, Aghnia sapaannya menyarankan beberapa cara antisipasi. Pertama adalah berkonsultasi dengan dokter terkait penggunaan obat. Kedua adalah membeli obat dari fasilitas kesehatan yang terdaftar seperti apotek. Ketiga, gunakan obat sesuai aturan. Terakhir adalah buang terpisah obat dan kemasan jika tidak digunakan.
"Beberapa obat yang ada di warung tidak memiliki izin edar. Ada juga yang tidak mencantumkan aturan pakai yang sesuai. Oleh karenanya, saya menyarankan agar masyarakat membeli obat di apotek ataupun klinik terdekat. Cara pembuangan obat juga harus diperhatikan agar tidak disalahgunakan oleh seorang oknum," ujarnya mengakhiri. (syi/wil)