Fakultas Hukum UMM bersama Masyarakat Hukum Pidana dan kriminologi Indonesia (Mahupiki) Jawa Timur melaksanakan penataran hukum pidana nasional (Foto : Rizky Humas) |
Beberapa waktu lalu, pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menggantikan KUHP Nasional lama. Perubahan tersebut tak hanya terletak pada substansi hukum, namun juga pembaharuan terhadap struktur aparat, penegak hukum, hingga kultur masyarakat. Para praktisi hukum dan stakeholder yang berkonsentrasi pada hal tersebut juga wajib memahami perubahan tersebut.
Maka dari itu, Fakultas Hukum UMM bersama Masyarakat Hukum Pidana dan kriminologi Indonesia (Mahupiki) Jawa Timur melaksanakan penataran hukum pidana nasional. Agenda itu dilaksanakan di rayz Hotel UMM pada 28-30 Agustus lalu. Dekna FH UMM Prof. Dr. Tongat, SH., M.Hum. menuturkan, perubahan pada KUHP Nasional dapat menjadi landasan pembelajaran baru bagi stakeholder dan praktisi yang berkonsentrasi pada bidang hukum.
Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, ia berharap para praktisi juga bisa memahami perubahan-perubahan yang ada. Kemudian mengimplementasikannya sebagai bahan ajar baru. Termasuk para akademisi yang mengajarkannya pada mahasiswa. Mau tidak mau, para praktisi harus mengikuti dan mempelajari kembali perubahan KUHP.
Baca Juga : UMM Potato Seeds Kembangkan Teknologi Baru, Bisa Percepat Produksi Benih Kentang
Lebih lanjut, Tongat mengatakan, pembaharuan Undang-Undang Nomor 1 2023 Tentang KUHP mengacu pada rekodifikasi hukum pidana, demokratisasi hukum pidana, dan konsolidasi hukum pidana. Selain itu juga sebagai bentuk adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi. Secara ringkas, undang-undang ini dibagi ke dalam dua kitab yakni buku kesatu dan buku kedua.
Sementara itu, turut hadir sebagai narasumber Prof. Dr Topo Santoso, S.H. M.H. selaku guru besar Universitas Indonesia. Ia menjelaskan bahwa m buku kesatu berisi tentang pedoman, asas, dan prinsip umum bagi para praktisi hukum. Sementara buku kedua berisi tentang implementasi dan penerapan dari pedoman buku pertama tersebut.
Baca Juga : Ada Apa Menteri Singapura Datang ke UMM?
“Untuk menguasai pembaharuan KUHP, hal yang harus dipahami terlebih dahulu adalah buku kesatu. Tidak bisa kita langsung loncat ke buku kedua. Takutnya nanti kita malah salah paham dalam menerapkannya. Kalau kita lihat ada beberapa perubahan yang terjadi, misalnya pada pasal 1,” tegas Topo.
Adapun penataran hukum pidana nasional itu diikuti ratusan peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Sebagian merupakan praktisi hukum, seperti pengacara. Adapula para dosen serta mahasiswa yang turut mengikuti rangkaian agenda selama tiga hari. Melalui agenda itu, diharapkan peserta mendapatkan pemahaman utuh dan baru akan perubahan norma dna hukum dalam KUHP nasional. (Tri/Wil)