Hutri Agustino salah satu pemateri webinar sociopreneurship (Foto : Istimewa) |
Pandemi Covid-19 menampilkan fakta positif yang menarik yakni inovasi masyarakat dalam menciptakan lapangan kerja baru. Hal tersebut juga dibahas dalam webinar Sociopreneur Series yang dilangsungkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politk (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Menghadirkan dua pemateri andal terkait sociopreneurship, webinar yang dilangsungkan selama Februari ini mengupas tuntas mengenai peluang entrepreneurship di bidang sosial.
Mengawali webinar, Hutri Agustino, M.Si. selaku inisiator Pondok Sinau Lentera Nusantara menyebut angka wirausaha di Indonesia naik dari angka 13 % pada Februari 2020, menjadi 25 % pada Oktober 2020. Dalam pemaparannya, ia mengatakan bahwa kenaikan jumlah minat wirausaha intersebuti tentu menjadi peluang tersendiri. Di sisi lain, aneka permasalahan sosial akibat pandemi juga muncul dan tak bisa dibiarkan begitu saja.
“Maka, sociopreneurship dapat mnejadi cara baru yang tidak hanya menghasilkan keuntungan finansial semata, tapi juga keuntungan sosial. Sekaligus dapat menjadi bagian dari jalan keluar atas masalah-masalah di tengah masyarakat,” tambahnya.
Baca juga : Nixon, Mahasiswa UMM yang Jadi Influencer Tiktok Makanan
Hutri, sapaan akrabnya menyebutkan ada sembilan jenis model bisnis sosial yang sangat memungkinkan dilakukan di masa sekarang. Ada jenis entrepreneur support model, market intermediary model, employment model, fee for service model dan beberapa jenis model bisnis sosial lainnya. “Di beberapa wilayah di Indonesia misalnya, sudah ada usaha namanya Kopi Tuli. Yaitu unit usaha yang melibatkan teman-teman tuli. Ini adalah bentuk socioentrepreneur yang tidak hanya sekedar mencari profit melalui usaha bisnis jualan kopi, tapi juga memberikan lapangan pekerjaan untuk teman-teman tuli,” jelas Hutri.
Kepekaan terhadap masalah sosial atau keluhan di masyarakat juga perlu dilatih sejak dini. Menurut inisiator Kampung Warna-Warni Jodipan Jamroji, M.Comms. mengungkapkan bahwa sebuah bidang usaha pada dasarnya bisa dibangun berbasis pada keluhan seperti apa yang dilakukan oleh para pembuat aplikasi. Salah satunya yakni perusahaan Gojek. Banyaknya keluhan masyarakat yang kesulitan mencari ojek pangkalan melahirkan aplikasi yang memudahkan.
Baca juga : Teknik Elektro UMM Undang Tiga Perusahaan Bahas Kurikulum CoE PLTS
“Jika kita cerdas dan kritis, keluhan-keluhan itu bisa menjadi sumber ide untuk membangun sebuah unit usaha mandiri. Bahkan bisa menjadi solusi bagi permasalahan sosial melalui bentuk sociopreneurship,” tutur Jamroji.
Menurutnya, perlu adanya pengembangan sikap kritis ini sejak dini. Sehingga mahasiswa merasa peka akan peristiwa yang terjadi di sekitar, termasuk kepekaan terhadap keluhan. Sementara, sociopreneur menjadi upaya untuk mengkonversi permasalahan sosial menjadi sebuah peluang usaha. Menurut Jamroji, sociopreneur memungkinkan kita untuk membangun bisnis yang berangkat dari keluhan orang atau masyarakat.
“Tujuannya utamanya tentu untuk membantu masyarakat. Sementara pendapatan adalah bonus yang kita peroleh. Ada dua modal penting yang harus dimiliki dalam membangun sociopreneur ini, yakni kepekaan sosial dan kemampuan kritik sosial,” pungkasnya. (haq/wil)