Prof. Dr. Yus M. Cholily, M.Si dalam Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (Foto: Istimewa) |
Mendidik anak haruslah sesuai dengan zaman, karena seorang anak tidak hidup di zaman saat orang tuanya masih belia. Hal itu disampaikan oleh Prof. Dr. Yus M. Cholily, M.Si. dalam Seminar Nasional Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang. Adapun seminar yang dilangsungkan pada Sabtu (14/5) lalu tersebut menjadi salah satu cara memperingati hari Pendidikan Nasional.
Yus, sapaan akrabnya melanjutkan bahwa dalam menjalankan profesi sebagai pendidik, pemahaman akan cara mendidik sesuai dengan zaman amatlah diperlukan. Ia mengutip pendapat Alvin Toffler yang mengatakan bahwa buta huruf di abad 21 bukanlah mereka yang tidak bisa membaca dan mneulis. Melainkan mereka yang tidak mampu melakukan learn, unlearn, dan relearn.
“Jika kita tak boleh merasa bahwa ilmu yang kita pelajari di sini itu seolah olah ilmu yang paten. Jika kita tidak mau meninggalkan pengetahuan itu dan tidak bisa mempelajari pengetahuan baru, maka tentu kita adalah bagian dari orang-orang yang buta huruf abad 21. Karena pada dasarnya, ilmu pengetahuan itu terus berkembang dan proses belajar itu haruslah dilakukan sepanjang hayat,” tambahnya.
Guru besar ilmu pendidikan matematika itu juga menekankan agar pendidik harus membekali diri dengan banyak hal. Salah satunya yakni keterampilan mengajar berbasis problem based learning atau project based learning. Apalagi melihat semakin kompleksnya tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan di abad ini.
Pada kesempatan yang sama, Dr. Endang Poerwanti, M.Pd. menyampaikan topik terkait “Inovasi Pembelajaran di Era Merdeka Belajar Era Society 5.0”. Ia memaparkan lebih dalam bahwa teknologi akan mendatangkan beribu kemudahan, namun tanpa disadari manusia akan kehilangan kemampuan dan harkat kemanusiaannya. Dalam dunia Pendidikan, teknologi memiliki peranan yang sangat signifikan, bahkan dikhawatirkan mampu menggantikan profesi guru. Namun menurutnya, hal tersebut tidak akan terjadi.
“Mungkin teaching dan coaching bisa saja digantikan oleh teknologi. Namun ketika sudah masuk dalam aspek touching, sentuhan-sentuhan emosional, menumbuhkan sifat-sifat humanistik, itu yang menjadi tantangan dan tanggung jawab kita bersama sebagai guru. Jadi sebenarnya peran guru selamanya tidak akan tergantikan. Jangan khawatir,” tegas dosen Prodi PGSD UMM itu.
Selain itu, Endang juga menjelaskan bahwa tantangan pada era pendidikan saat ini semakin berat. Kualitas dan kuantitas permasalahan juga semakin meningkat. “Kemudian juga tentang kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan kemampuan tentang humanity. Menurut hemat saya, orang-orang yang humanis itu di manapun akan bisa mengalahkan teknologi,” terangnya mengakhiri. (wil)
Penulis: Hassanalwildan Ahmad Zain | Editor: Hassanalwildan Ahmad Zain