Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Galit Gatut Prakosa, S.Hut., M.Sc. Paparkan Upaya UMM Melestarikan Subak Bali Dalam International Workshops on Frontiers in Ecohydrology (Foto : Istimewa) |
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Galit Gatut Prakosa, S.Hut., M.Sc. berkesempatan memaparkan upaya UMM melestarikan Subak Bali dalam International Workshops on Frontiers in Ecohydrology. Agenda yang dilaksanakan pada 4-23 September di Tiongkok itu merupakan garapan The UNESCO Intergovernmental Hydrological Programme (UNESCO-IHP) bersama dengan the Chinese Academy of Sciences. Adapun workshop itu merupakan agenda rutin UNESCO yang dilaksanakan dua tahun sekali.
Galit, sapaannya, tidak sendiri. Ia bersama dengan 19 orang perwakilan dari 17 negara sama-sama berdiskusi terkait keseimbangan ekosistem dan cara mengatasi perubahan iklim. Mulai dari Ecuador, Chile, Colombia, Iran, Indonesia, Bhutan, Ethiopia, Kenya, Laos, Lebanon, Malaysia, Nepal, Nigeria, Sri Lanka, Tanzania, Tunisia, Vietnam dan lainnya. Salah satu aspek yang dibahas yakni tentang ekohidrologi yang menjadi alat penting dalam menjaga kepunahan sumber daya air dan melindungi lingkungan.
Baca Juga : Rektor Bernyanyi hingga Hadirkan CEO Muda, Begini Keseruan Wisuda UMM
"Saya menjadi bagian dari tim pendamping Subak yang dipimpin oleh Profesor Indah dari UMM. Kemudian saya diundang ke workshop ini dan mendapatkan rekomendasi dari Profesor Ignasius Sutapa, yang merupakan Direktur Eksekutif APCE-Unesco. Ini menjadi upaya kamu unutk mengenali lebih mendalam tentang demosite Subak yang sedang kami dapmingi,” katanya.
Galit melanjutkan, lokakarya internasional ini bertujuan untuk saling membagikan pengetahuan dan pengalaman terkait ekohidrologi. Ini melibatkan diskusi mendalam tentang isu-isu kritis yang berkaitan dengan siklus udara alam, konservasi ekosistem air tawar, dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Salah satu sorotan utama yakni berbagai presentasi demosite yang dibawakan oleh setiap kontingen. Para ahli ekohidrologi dari masing-masing negara memperkenalkan situs di wilayah mereka, salah satunya negara Kolombia yang membahas tentang pengelolaan air peninggalan suku Inca. Suku Inca adalah sebuah peradaban yang berkembang di wilayah Andes Amerika Selatan pada periode sekitar abad ke-15 hingga abad ke-16 Masehi. Mereka dikenal sebagai budaya penguasa di wilayah yang sekarang mencakup Peru, Bolivia, Ekuador, dan sebagian Chili dan Kolombia.
Baca Juga : Gagas E-Farming Technology, Tim Mahasiswa UMM Juarai Kompetisi Nasional
“Suku Inca terkenal karena sistem pengelolaan udara yang canggih, arsitektur megah seperti Machu Picchu, serta sistem jalan raya yang luas. Pemaparan dari masing-masing peserta tersebut menggambarkan bagaimana pengelolaan sumber daya air telah berhasil diterapkan untuk menjaga ekosistem air setempat,” jelasnya.
Pada tahun ini, tema yang di usung adalah ‘The Role and Future of Country Demosites in Supporting World Ecohydrology’. Galit sendiri berkesempatan memaparkan eksistensi UMM dalam mendampingi Subak di Bali sebagai upaya dan kontribusi menjaga warisan dunia.
Agenda tersebut nantinya akan berujung pada penyelenggaraan simposium internasional. Menjadi forum global penting yang membahas strategi pengelolaan sumber daya air di masa depan berdasarkan kondisi aktual di masing-masing negara.
“Tahun depan Indonesia menjadi tuan rumah World Water Forum. Harapan saya, demosite yang dikelola oleh UMM dan UNESCO bisa mendapatkan rekognisi. Sehingga bisa menjadi rujukan pengelolaan ekohidrologi di dunia,” pungkasnya. (Rev/Wil)