Nafik Muthohirin, MA, Hum saat hadir di konferensi internasional di Kairo, Mesir. (Foto:Istimewa) |
Direktur Program Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute A. Malik Fadjar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nafik Muthohirin, MA, Hum menjadi salah satu perwakilan Indonesia di konferensi internasional di Kairo, Mesir. Konferensi bertajuk "Religious Extremism: The Intellectual Premises and Counter-Strategies" tersebut menghadirkan perwakilan dari 42 negara yang terdiri dari pemimpin negara, mufti, ulama, serta akademisi dan peneliti. Adapun agenda tersebut berlangsung pada 7-9 Juni lalu.
Konferensi tersebut membahas mengenai persoalan ekstremisme dan terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia. Menurut Nafik, sapaan akrabnya, aksi terorisme dan ekstremisme terus mengalami transformasi gerakan. Bahkan, sejumlah kelompok ekstremis melakukan propaganda pemikiran dan strategi perekrutan melalui cara-cara yang lebih kontemporer, utamanya melalui media sosial.
Ia menambahkan bahwa belakangan ekstremisme dunia semakin diperparah dengan kebangkitran populisme agama yang disulut sejumlah politisi tertentu demi kampanye politik. Pada sisi yang lain, kebencian terhadap Islam (Islamophobia) banyak terjadi di negara-negara Barat, terutama dimulai pasca serangan World Trade Center (WTC) dan Penthagon atau biasa disebut peristiwa 9/11.
“Maka pada konferensi internasional inilah para perwakilan dari berbagai negara berkumpul untuk membahas strategi penanganannya. Alhamdulillah, saya menjadi salah satu delegasi Indonesia dari unsur peneliti dan akademisi,” ungkapnya.
Forum tersebut juga menjadi ajang tukar pikiran terkait strategi masing-masing negara dalam keberhasilannya memerangi ekstremisme. Di samping itu juga bertujuan untuk menguatkan nilai-nilai perdamaian dan koeksistensi berbagai komunitas keagamaan di dunia. Bahkan juga menjadi upaya membuka koneksi akademis dan riset terkait hal tersebut.
Nafik menyebut bahwa perlawanan terhadap ekstremisme agama tidak bisa dilakukan secara sendiri. Untuk memeranginya, perlu aksi kolektif di antara pemimpin negara, pemimpin agama, dan akademisi/peneliti. “Hal itu pula yang disampaikan Grand Mufti Mesir Prof. Dr. Shawki Ibrahim Allam. Dia bilang kalau memerangi ekstremisme dengan pendekatan militeristik tidak cukup. Ada cara yang lebih humanis dengan memoderasi pemahaman dan perilaku keberagamaan pengikutnya," kata Nafik yang juga dosen di Fakultas Agama Islam UMM.
Adapun keterlibatan Nafik dalam konferensi tersebut merupakan afirmasi dari berbagai organisasi dalam Program Internasional Peningkatan Kapasitas Guru Madrasah atau Pesantren dan Ismuba dalam Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB). Beberapa organisasinya ialah Institute Leimena, Ma'arif Institute, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah, dan RBC Institute A. Malik Fadjar UMM. (Wil)