Kajian Al-Quran Tematik Tingkatkan Atmosfer Keislaman Kampus

Author : Humas | Jum'at, 02 September 2016 18:58 WIB
Rektor UMM, Fauzan, saat mengisi Kajian Al-Qur'an Tematik ba'da dluhur di Masjid AR Fachruddin UMM. Foto: Rino Anugrawan.

SEBELUM dimulainya kembali aktivitas kuliah mahasiswa pada 13 September 2016 yang diawali dengan Pengenalan Studi Mahasiswa Baru (Pesmaba) pada 5-8 September, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memulai bulan ini dengan tradisi baru, yaitu Kajian Al-Qur'an Tematik yang diadakan setiap Senin dan Kamis ba'da dluhur. Daya tariknya, yang mengisi kajian itu adalah para pejabat universitas.

Rektor UMM, Fauzan, menjadi pemateri pertama kajian ini pada Kamis (1/9) kemarin. Secara berturut-turut nantinya akan dilanjutkan oleh Wakil Rektor I Prof Dr Syamsul Arifin MSi, Senin (5/9), Wakil Rektor II Dr Nazaruddin Malik MSi, Kamis (8/9), Wakil Rektor III Dr Sidik Sunaryo MSi, Senin (15/9), lalu diteruskan oleh para pimpinan kampus lainnya, baik di level fakultas maupun universitas.

Rektor memulai Kajian Al-Qur'an Tematik dengan mengangkat topik tentang “Menghargai Waktu” dalam memaknai Surat Al-Ashr (103): 1-3. Dalam kajiannya, Fauzan membagi pengertian waktu menjadi dua makna; material dan imaterial. Menurutnya, material ini berkaitan dengan jatah waktu yang manusia miliki selama 24 Jam.

Sedangkan dalam konteks imaterial, yaitu rasa berkaitan soal waktu. Dalam melakukan ibadah misalnya, lanjut Rektor,kita kerap merasa waktu berlalu begitu lambat, sedangkan ketika mengerjakan sesuatu yang bersifat rekreatif, kadang  waktu begitu cepatnya berlalu. “Sehingga, kita harus mampu mengubah perasaan ibadah kita menjadi sesuatu yang bersifat rekreatif,” tutur Fauzan.

Fauzan mengatakan, Allah menciptakan manusia yang pekerjaannya melalaikan waktu. Oleh karena itu, Allah menegaskan dalam surat al-Ashr dengan bunyi“Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan rugi, kecuali orang yang beriman dan beramal sholeh.”

Penyesalan itu erat kaitannya dengan waktu. Banyak hadits juga ungkapan ulama tentang betapa pentingnya kedudukan waktu. Salah satunya, Fauzan mengutip ucapan Imam Syafi’i yang menerangkan bahwa waktu itu ibarat pedang. “Jika kita tidak pandai-pandai memanfaatkannya, maka kita sendiri yang akan dimanfaatkan waktu,” ujar Fauzan.

Terkait kegiatan ini, Wakil Rektor I Prof Dr Syamsul Arifin mengatakan, Kajian Tematik ini merupakan bentuk literasi Al-Qur'an pada masyarakat akademik. Hal itu, menurutnya, terintegrasi dengan berbagai kebijakan kampus ini yang berupaya menghidupkan nilai-nilai Islam. “Tradisi ini menandai hidupnya nilai-nilai Islam di lingkungan kampus,” ujarnya.

Terlebih, kata Syamsul, yang menjadi narasumber adalah para pejabat, sehingga bisa diperkirakan getaran pengaruhnya akan lebih luas. Selian itu, tema-tema yang diangkat bersifat interdisipliner, sehingga tampak ada upaya mendialogkan antara Al-Qur'an dan sains.

Menambahkan hal itu, Asisten Rektor Bidang  Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, Dr MohNurhakim MAg menerangkan, tema-tema yang diangkat yakni tema yang sesuai dengan kebutuhan civitas akademika atau yang tengah aktual di masyarakat, yaitu topik-topik sederhana, seperti paparan Rektor tentang menejemen waktu.

Meski tidak berhubungan secara langsung dengan upaya integrasi AIK dengan Mata Kuliah non-AIK yang dicangkan UMM pada Rapat Kerja Bidang Akademik UMM Agustus lalu, agenda ini dinilai perlu diadakan sebagai upaya menyempurnakan program

Acara ini diharapkan dapat menunjang upaya UMM dalam mengintegrasi mata kuliah AIK dengan non-AIK. “AIK ini kan kurikulum, tapi kurikulum itu apa artinya kalau hanya sekedar formalitas pembelajaran, sedangkan lingkungannya sendiri  tidak diciptakan. Agenda ini merupakan bagian dari usaha menciptakan atmosfer yang religius di kampus ini,” kata Nurhakim. 

Nurhakim berharap, para pimpinan nantinya dapat menjadi role model dengan ikut memenuhi dan memakmurkan masjid untuk shalat dluhur berjamaah. “Implikasinya akan luar biasa,” ujarnya.  

Ia juga mewanti-wanti kepada seluruh mahasiswa UMM, khususnya yang tengah mengadakan kegiatan pembelajaran AIK di Masjid untuk menghentikan segala aktivitas pembelajaran, lantas ikut bergabung menunaikan shalat berjamaah. “Sebenarnya dari dulu sudah ada kebijakan itu, tapi praktiknya belum begitu sukses,” tutupnya. (can/han)

Shared: