Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMM Aprilingga Dani yang juga Sutradara film "Tinuk" bersama trofi juaranya. "Tinuk" menjadi film terbaik dalam kompetisi Anti Corruption FIlm Festival 2015. |
SINEAS muda UMM kian menunjukkan prestasinya. Setelah sebelumnya Malang Film Festival menjadi salah satu festival terbaik dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2015, Film ‘Tinuk’ garapan mahasiswa UMM menjadi film terbaik dalam kompetisi Anti Corruption Film Festival (ACFFest) 2015 yang merupakan bagian dari program Bikin Film Bareng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Film produksi Mata Mata Project ini disutradarai mahasiswa Ilmu Komunikasi UMM Aprilingga Dani. Sebelumnya, Apprilingga juga sempat aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sinematografi Kine Klub UMM. Selanjutnya, film fiksi berdurasi 15 menit ini menjadi alat kampanye KPK dalam mempromosikan gerakan anti-korupsi di Indonesia. Film ini menyisihkan sembilan film lainnya yang masuk nominasi.
Aprilingga mengaku mendapatkan ide cerita setelah berkenalan dengan seorang penjaga parkir di salah satu pertokoan di Kota Malang. Dari perkenalan itu, ia terinspirasi untuk mengembangkan idenya menjadi sebuah film yang mengangkat cerita tentang tukang parkir. “Tukang parkir pada umumnya yang saya ketahui kesannya selalu negatif. Kadang setiap kendaraan yang diparkir tidak diberi karcis. Atau kadang tarif parkir tidak sesuai dengan yang tertera di karcis,” ujarnya.
Dari pengalaman itulah Aprilingga tergerak mengubah citra negatif tukang parkir melalui karakter tukang parkir yang jujur dan sederhana bernama Wahono. Film ini menampilkan adegan-adegan bagaimana Tinuk membujuk suaminya, Wahono yang juru parkir untuk dibelikan handphone dengan meminjam uang setoran parkir. Film diperankan Ratih Cahyaningtyas sebagai Tinuk, Wahono diperankan oleh Novan personel group musik Tani Maju dan Maskur ‘sales handphone’ diperankan Leo yang juga personel Tani Maju.
Film Tinuk mencuri perhatian juri dari KPK karena pesan anti-korupsinya tersampaikan dalam dialog Wahono, “Sak elek-eleke aku dadi tukang parkir aku gak katene ngentit (Sejelek-jeleknya saya jadi tukang parkir, saya tidak akan mencuri).”
Selain itu, Aprilingga menyebut, inspirasi adegan-adegan dalam film ini juga berasal dari kejadian-kejadian yang ia alami di rumah. “Masalah terbesar yang dihadapi manusia pada umumnya adalah masalah di dalam keluarga, terutama masalah ekonomi di mana istri dapat berpengaruh dalam tindakan korupsi,” kata Lingga.
Film Tinuk tayang perdana di depan publik di Gedung New Majestic Kota Bandung, 10 Desember 2015 pada gelaran penyerahan penghargaan ACFFest. “Kesan saat film ini diputar yaitu apresiasi yang sangat bagus dari penonton. Mereka senang, tertawa, dan bertepuk tangan. Itu menambah energi dan semangat saya untuk membuat film lagi,” pungkasnya. (lil/han)