Serius: Kedua pemateri sedang berdiskusi dengan peserta seminar nasional terkait kekerasan pada perempuan dan anak. Foto: Ade Chandra Sutrisna |
ANGKA Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia terus meningkat. Tahun 2016 lalu, sebanyak 259.150 kasus KDRT terlaporkan ke pengadilan agama. Menurut Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan 2007-2014 Dr Neng Dara Affiah MSi, sejak 2010, jumlah KDRT memang terus mengalami peningkatan hingga saat ini.
Kekerasan pada perempuan ini banyak jenisnya. Menurut Neng Dara, data menunjukkan kekerasan yang paling menonjol adalah KDRT Ranah Personal (RP), yaitu hingga mencapai 75 persen atau sekitar 10.205 kasus. “Semua kasus tersebut adalah yang terlaporkan, masih banyak yang tidak terlaporkan,” jelasnya pada Seminar Nasional yang digelar Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A) Universitas Muhammadiyah malang (UMM), Selasa (11/4) di Auditorium UMM.
Neng Dara menjelaskan, 70 persen kasus kekerasan seksual dilakukan oleh orang yang dikenal dekat dengan korban. Pelaku kekerasan seksual tidak hanya melakukannya sendiri, kecenderungan dalam tiga tahun terakhir, perkosaan dilakukan secara berkelompok yang diakhiri dengan pembunuhan. “Pelakunya semakin banyak berasal dari usia anak dan akan menjadikan anak yang berumur di bawahnya sebagai korban,” ungkapnya.
Narasumber kedua, yaitu dosen Fakultas Psikologi UMM Selain Neng Dara, Dr, Muhammad Salis Yuniardi, M. Psi menjelaskan, korban kekerasan perempuan dan anak biasanya berasal dari keluarga yang tidak mengajarkan masalah kepribadian kepada anak. Menurut Salis, keluarga merupakan akar dari segala permasalahan yang terjadi pada anak. Mulai dari awal, ayah dan ibu harus bekerjasama untuk membangun keluarga yang kokoh dengan membangun pribadi yang tangguh.
“Berikan kesempatan pada anak untuk mengambangkan bakat dan minat. Banyak dari orang tua yang menekan anaknya supaya sesuai dengan keinginan orang tua. Jika anak tidak menghendaki hal tersebut, maka anak akan mencari tempat yang mendukung bakat dan minatnya,” jelas Salis.
Kasus kekerasan pada anak dan perempuan hingga saat ini belum masuk dalam kasus delik pidana, tetapi masih dalam kategori kasus delik aduan. Salis memaparkan, jika delik pidana, maka tanpa ada laporan kekerasan polisi atau pihak berwajib boleh melakukan tindakan. Namun, karena kasus kekerasa pada perempuan dan anak masuk kategori delik aduan, jadi perlu ada yang melaporkan terlebih dahulu baru bisa diproses secara hukum. “Hal tersebut menambah panjang penyebab turunnya angka kekerasan pada perempuan dan anak,” ujarnya. (jal/han)