Dimas Agung Mahendra. (Foto: Istimewa) |
Tiada keberhasilan dalam usaha, sebelum kita merasakan pahitnya kegagalan. Hal ini dibuktikan oleh pengusaha muda asal Palembang, Dimas Agung Mahendra. Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tahun 2017 ini berhasil mendirikan perusahaan distributor beromzet ratusan juta rupiah perbulan Aquagro Indonesia Mature, setelah beberapakali mengalami kegagalan.
Pria 24 tahun ini mengaku, berbagai usaha di berbagai bidang telah ia coba sejak duduk di bangku SD, SMP, SMA hinga kuliah. Bukannya untung, sebagian besar justru berujung rugi. “Saya jualan mulai SD, jualan stiker. SMP juga jualan foto copy-an. Jadi teman-teman yang mau foto copy titip ke saya, saya ambil untung 100 rupiah. SMA jualan nasi uduk dan risoles. Saya juga sempat ternak ikan mulai lele sampai patin. Tapi semuanya gagal,” urainya mengenang.
Meski demikian ia tak menyerah. Jiwa wirausahanya tetap menyala. Sayangnya, kedua orang tua Dimas tidak merestui. ”Gak boleh sama orang tua. Sekolah tinggi-tinggi kok gak jadi pegawai kata mereka. Akhirnya tahun pertama setelah lulus saya kerja di salah satu bank. Benar saja, saya gak betah,” jelasnya.
Dimas berpindah perusahaan yang lebih lekat dengan latar belakang studinya. Menjadi staf salah satu BUMN di bidang perikanan dan dipercaya sebagai akunting. Meski awalnya ragu, posisi ini justru menjadi tambang emasnya menimba banyak ilmu untuk kesuksesan usaha di masa depan.
Baca juga: UMM Sebar Inspirasi Dunia Kerja dari Para Expert BUMN
“Ternyata kalau pengusaha itu gak bisa akutansi, sama saja bohong. Rugi terus. Gak kelihatan untungnya. Dari sini saya mulai belajar. Saya mencuri sistem pembukuan, mencuri sistem pemasaran dan yang lain. Kebetulan kan saya bidang keuangan, jadi saya ketemu sama bos-bosnya (produsen, red.) ketemu para pemilik ikan, daging dan lain-lain,” kata Dimas mengenang.
Kesempatan bertatap muka dengan berbagai pemasok utama pangan di bidang pertanian, peternakan dan perikanan membangkitkan mimpi lamanya. Putra dari Pristianto dan Farida Rostantina ini ingin memutus rantai pasokan agar masyarakat semua kelas dapat mengakses bahan pangan kualitas terbaik dengan harga terjangkau. Ia pun mulai gusar dengan cita-citanya hingga memutuskan untuk keluar.
"Saat keluar saya pegang uang 300 ribu saat itu dan bertekad mau mulai bisnis. Itu bodoh sekali rasanya. Akhirnya uangnya saya sedekahkan, saya sisakan cuman 78 ribu. Lalu saya bikin product knowledge, sejenis brosur. Misalnya tentang ikan, ini harganya sekian kulitasnya sekian. Lalu saya keliling ke restaurant-restauran, rumah makan, warung-warung, saya julan beras, ikan, daging tanpa ada barangnya. Modal hanya printer dan kertas saja,”kata Dimas mengenang.
Tidak disangka, salah satu restoran Padang terbesar di daerah Tanjung Perak tertarik dengan penawarannya. Dimas pun mengambil beras dari Kepanjen seberat 1 kg sebagai contoh. “Dengan uang sisa 70an ribu saya haya bisa dapat 1 kg. Itu saya ambil Kepanjen. Sesampainya lagi di restoran Padang itu, beras langsung dimasak, saya diminta menunggu. Setelah berasnya matang, semua karyawan sekitar 15 orang diminta menyincip dan ternyata cocok. Saya lagsung dapat purchase order 3 ton beras,” kenangnya haru.
Baca juga: UMM Apresiasi Dosen dan Karyawan Berprestasi
Mendapat order pertama sebanyak 3 tonberas bukan berarti masalah selesai. Problem selanjutnya muncul. Ia tak punya uang untuk membeli beras tersebut yang total mencapai Rp. 36 juta-an. “Akhirnya saya cari teman yang bapaknya kaya atau kenal-kenalan yang kaya. Dapatlah bapak temen saya. Saya ajak kerjasama, teryata dia mau. Dia investasi 40 juta. Lalu saya mulai menjajakan produk saya ke restoran yang lain, ke rumah sakit, lalu masuk ke perusahaan hingga pengiriman-pengiriman lain ke luar pulau,” terangnya.
Dimas makin bersemangat. Usaha impiannya di masa kuliah terwujud. Keinginannya untuk menyediakan bahan pangan berkualitas dengan harga terjangkau bagi semua kalangan sudah di depan mata. Kini, dengan mensuplai berbagai usaha kuliner dan retail baik BUMN maupun swata, omzet ratusan juta dengan keuntungan puluhan juta rupiah per bulan bisa ia kantongi. Mimpinya pun semakin tinggi. Di tengah wabah Covid-19, saat banyak ibu-ibu kesulitan berbelanja, Dimas menyiapkan aplikasi belanja bahan pangan berkualitas dengan harga bersahabat.
“Aplikasi namanya Ever Fresh. Dalam 1-2 bulanan ini akan kita launching ke playstore. Kita jual semua sayur, daging, ikan, beras dengan harga yang terjangkau karena kita coba putus rantai. Ini cita-cita saya sejak awal kuliah untuk memutus rantai pasok. Saya langsung beli di petani. Saya mencoba membidik pasar menengah ke bawah. Saya lihat ibu-ibu saat ini susah belanja karena Covid-19. Di Surabaya misalnya, banyak pasar yang ditutup. Ini menjadi peluang sekaligus usaha untuk membantu masyarakat,” katanya.
Berbeda dengan toko sayur online lain yang hanya tersedia di aplikasi, Ever Fresh juga melayani pembelian di luar aplikasi. Para pembeli hanya perlu menyampaikan pesanannya melaui WhatsApp, selanjutnya sayur akan diantar. Ini untuk memudahkan para ibu yang tidak terlalu akrab dengan teknologi.
“Sekarang memang zamannya 4.0, zamannya teknologi. Tapi jangan lupa, ibu-ibu usia di atas 40 tahun itu sulit mau mengikuti teknologi. Padahal populasi mereka sangat tinggi sekali. Kalau mereka langsung harus serba online nanti kaget. Nah, makanya saya membuat perpaduan antara online dan offline,” pungkasnya. (sil/can)