![]() |
Kepala Housing Finance Center PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. (Foto: Chandra/Humas) |
BACKLOG atau kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan data BPS, jumlah angka Backlog perumahan mencapai 11,4 Juta kepala keluarga pada tahun 2015. Sehingga problem ini menjadi prioritas pembangunan pemerintah.
Data ini disampaikan Arfita Masniarti, Kepala Housing Finance Center PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk dalam Workshop Prospek dan Model Pendidikan Program Vokasi Manajemen Logistik dan Bisnis Properti di Gedung Kuliah Bersama (GKB) IV Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (8/1).
“Peningkatan Backlog rumah dikarenakan adanya kebutuhan rumah baru yakni 800.000 unit/tahun. Sementara kapasitas bangun pengembang hanya 250.000 sampai 400.000 unit/tahun,” kata Arfita. Meski begitu, di sisi lain data ini menjadi peluang bagi para entrepreneur yang ingin mencoba peruntungan di dunia properti.
Peluang itu di antaranya dukungan pemerintah yang tinggi, bonus demografi, juga digitalisasi proses bisnis. “Meski begitu, tantangan yang mesti dihadapi para pengusaha properti di antaranya masyarakat berpenghasilan rendah yang unbankable, belum ada landbank, dan regulasi yang terstandardisasi,” ujarnya.
Indonesia, sambung Arfita, sangat kekurangan entrepreneur di banding negara lain. Sehingga, kesempatan menjadi seorang entrepreneur di Indonesia masih terbuka lebar. “Perkembangan kewirausahaan (entrepreneurship) di Indonesia masih tertinggal, bahkan dari negara Asia,” papar Arfita.
Persentase jumlah pengusaha di beberapa negara Asia tahun 2017, Jepang memuncaki nilai tertinggi yakni 11%. Sementara Indonesia, hanya berada di angka 3,1 %. Jumlah pengembang perumahan di Indonesia hanya berkisar lebih-kurang 4.700, dibutuhkan entrepreneur baru untuk menggarap sektor perumahan.
Sektor perumahan berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Di Indonesia, kontribusinya berkisar antara 2,5% hingga 2,8% saja. Jauh, di bawah Australia yang berada di angka 27,75%. “Padahal, peranan sektor perumahan terhadap perkembangan ekonomi suatu negara teramat penting,” ungkapnya.
Investasi di sektor perumahan, kata Arfita, mampu menyokong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Juga, pertumbuhan sektor perumahan akan berdampak pada pertumbuhan sektor industri lainnya. Disebutnya, ada lebih dari 170 industri terkait sektor properti di Indonesia.
“Tak kalah penting, pertumbuhan sektor perumahan sangat memicu perbaikan struktur industri suatu negara. Serta, pertumbuhan sektor perumahan akan meningkatkan lapangan kerja,” ungkapnya. Demikian kata Arfita, dibukanya program Vokasi Bisnis Properti di UMM dinilai tepat menutupi kekurangan yang ada.
Diselenggarakannya workshop ini sebagai tindak lanjut dari rencana pendirian Pusat Pendidikan Vokasi UMM. Untuk mengawali PPV ini, UMM akan membuka 5 sekolah bidang keahlian. Yakni Desain dan Media, TIK dan Elektronika, Bisnis dan Manajemen, Kesehatan dan Hospitality, serta Agribisnis. (*/can)