AJANG The 4th International Student Summit 2015 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berakhir hari ini, (18/11), setelah berlangsung sejak Senin (16/11) lalu. Penutupan acara di Gunung Bromo berlangsung mengesankan. Sebab, ratusan peserta dari 33 negara yang merupakan mahasiswa asing yang belajar di Indonesia itu harus berpisah setelah mereka saling kenal dan mulai akrab.
Salah satu agenda kongres adalah penetapan president baru Indonesia International Student Association (IISA) 2015-2016. Abdullah Kasor, mahasiswa asal Thailand yang sedang studi di Universitas Negeri Malang (UM) terpilih menggantikan Mona Boughalni mahasiswa Universitas Padjajaran asal Tunisia.
Menariknya, sepanjang summit berlangsung nuansa perdamaian dan persahabatan antarmahasiswa sangat kental. Hal ini diakui oleh Kasor yang seorang Muslim. Sedikitpun tidak nampak pengaruh dari aksi teorisme di Paris Prancis. Kasor justru kecewa dengan media yang menyudutkan Islam dalam kasus Paris ini.
“Ini yang kami sayangkan. Media terlihat seperti mengadu domba antar umat beragama. Padahal saya yakin, setiap agama di dunia tidak membawa pesan kekerasan,” katanya.
Hal senada diungkapkan Rektor UMM, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP, ketika membuka acara di UMM Dome, Senin (16/11). Menurutnya, mahasiswa dari berbagai negara harus menjadi agen kemanusiaan, selain menjadi duta promosi bagi Indonesia. “Kekerasan tidak diajarkan di agama apapun. Islam menentang cara-cara kekerasan, oleh karenanya tidaklah fair mengaitkan terorisme dengan agama tertentu,” ujarnya.
Melalui ajang International Student Summit (ISS) ini, para mahasiswa asing yang sedang studi di Indonesia diharap bisa menjadi jembatan menyebarkan pesan perdamaian dari Indonesia untuk dunia. “Indonesia itu unik. Agama dan etnis di negara ini beragam, namun semua tetap satu, rukun, damai. Sangat indah kehidupan toleransi di Indonesia,” ujar Mona Boughalni.
Senada dengan Kasor dan Mona, Wang Qun mahasiswi asal Tiongkok ini meminta masyarakat membuka mata agar tidak melihat tragedi Paris dengan sebelah mata. “Itu adalah permasalahan politik, bukan agama,” ucapnya.
Wakil Presiden IISA 2015-2016 terpilih, Hayder Al Hadey juga mendukung pernyataan itu. Mahasiswa asal Sudan ini menganggap, kejadian ini tidak ada kaitannya dengan islamophobia di Perancis. “Faktanya, saat tragedi itu terjadi, muslim Perancis mau membukakan pintu rumahnya untuk melindungi warga yang lain. Indonesia sebagai negara penganut agama Islam terbesar di dunia seharusnya juga bersuara terkait hal ini. Beri contoh perdamaian dan toleransi yang sudah terjadi di bangsa ini kepada dunia,” tutur Hayder.
Harapan agar perdamaian terwujud di seluruh belahan negara juga diutarakan León Gilberto Medellin Lopez. Mahasiswa asal Meksiko ini menganggap Indonesia menjadi role model toleransi antar umat bergama dan etnis. “Ini yang membuat saya senang berkuliah di Indonesia. Banyak etnis dan agama tapi tetap bersatu seperti semboyan negara ini Bhinneka Tunggal Ika,” ujar mahasiswa yang kuliah di Jogjakarta ini.
Lebih lanjut, kata Kasor, pihaknya akan mengkonsolidasi seluruh mahasiswa asing yang berkuliah di Indonesia. Setelah itu, baru dirumuskan program kerja apa yang akan dikerjakan selama setahun. “Jika sudah ketemu permasalahannya, akan kami rancang program kerjanya dan diusulkan ke Dikti,” katanya. ISS adalah acara tahunan yang digelar Dirjen Dikti Kemenristek Dikti RI. UMM merupakan kampus swasta pertama yang menjadi tuan rumah acara ini.
Sebelum penutupan di Bromo, para peserta dibawa ke Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan dan disambut perwakilan Pemerintah Kabupaten Pasuruan, Drs Abdul Munifar SH MPd, Asisten Perekonomian Pemerintah Kabupaten Pasuruan. Para mahasiswa asing ini kemudian dijamu dengan tarian tradisional dan makanan khas Kabupaten Pasuruan. (zul/nas)