Ketua LK UMM, ketua LP3A dan dua pembicara berfoto barsama dengan pimpinan Aisyiyah Kab Malang |
GENERASI Internet dan Perubahan Sosial, menjadi topik kajian Multidisipliner Lembaga Kebudayaan UMM, Rabu (24/2). Bertempat di Laboratorium Manajemen, kajian menghadirkan pembicara dosen Ilmu Komunikasi UMM, Frida Kusumastuti, M.Si dan ketua jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, DR. Bambang D. Prasetyo. Acara diikuti oleh internal UMM meliputi dosen dan karyawan, mahasiswa, pengurus organisasi mahasiswa, para guru PAUD, TK, SD, hingga SMA di Malang Raya, pimpinan maupun anggota PDA dan PCA se Malang Raya.
Dalam rilis yang dikirim oleh LK UMM, ketua LK Dr Tri Sulistyoningsih, MSi, mengatakan hari ini kita berada dalam dunia sekaligus; dunia maya dan dunia nyata. Dunia maya membuat kita serba mudah, namun disisi lain juga membuat terasing dari diri sendiri. “Oleh karena itu kita harus menjadikan tehnologi informasi bukan sebagai perusak, namun sebagai pembangun peradaban bangsa,” papar Tri yang juga dosen Ilmu Pemerintahan ini.
Frida Kusumastuti yang membawakan materi dengan judul “Generasi Internet; Harapan Kehidupan yang Lebih Baik”, menegaskan bahwa karakter generasi internet tidak terlepas dari karakteristik internet itu sendiri, yaitu serba cepat, interaktif, interkonektif, banyak pilihan, dan fun atau menyenangkan. “Karakter internet menentukan pola interaksi, cara berpikir, cara berkomunikasi para penggunanya atau generasi internet, sehingga terbentuk ‘norma baru’ di kalangan mereka,” ungkapnya mengutip Technology Determinism Theory.
Sementara itu, Bambang menyebut Generasi Z identik dengan iGeneration, Generasi Net, atau Generasi Internet yang lahir pada tahun 1995 – 2010. Sedangkan yang terlahir pada periode 1965 hingg 1980 disebut sebagai Generasi X. Generasi Y dilahirkan antara 1981 – 1994. Generasi-generasi ini, menurutnya, merupakan generasi yang bersifat global. Mereka lebih kompetitif, lebih cerdas, lebih gesit, dan lebih toleran terhadap keberagaman dibanding pendahulu mereka, peduli pada keadilan dan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, mudah melibatkan diri pada aktivitas sosial. “Jadi kalau mau libatkan generasi ini harus paham dulu nilai apa yang sedang trend dan cara mengkomunikasikannya kepada mereka,” papar Bambang.
Menanggapi pertanyaan salah satu peserta dari Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kabupaten Malang, N. Muamalah tentang bagaimana menghadapi anak-anak yang mengakses internet secara bebas dan negatif, para pembicara sepakat bahwa tidak mungkin menjauhkan anak-anak dari teknologi baru. “Setiap generasi memiliki ‘hidupnya’ sendiri, atau memiliki kebudayaannya sendiri yang mengikuti trend perkembangan tehnologi, maka sikap kehati-hatian dalam menggunakan tehnologi itu yang penting,” tutur Bambang.
Sementara Frida yang pernah mendapatkan penghargaan Bronz Internet Sehat, berpendapat bahwa perhatian yang utama adalah pada konten. Manusia “yang bertanggung jawab” harus belajar lebih familier dengan teknologi internet ini sehingga mampu menyediakan konten yang baik. “Seperti saat ini kita diskusi dua jam tentang dampak negatif internet di ruang ini, bisa jadi di luar sana para manusia tak bertanggung jawab telah mengunggah ratusan tulisan buruk, pornografi, video sampah untuk generasi internet. Oleh karena itu mari kita belajar memproduksi konten yang baik dan kemudian mengunggahnya melalui media internet. Agar generasi internet mendapat pilihan konten yang positif untuk kehidupan yang lebih baik,” ajak Frida.
Kajian multidisipliner merupakan kajian rutin dua bulanan yang diselenggarakan Lembaga Kebudayaan. Hingga saat ini telah memasuki putaran ke 8 dan telah menghadirkan 16 pemateri dari dalam maupun dari luar UMM antara lain para pakar dari kalangan penggiat dan pelaku seni budaya, birokrat, pengusaha, para pakar dari UM, UIN, dan UB. (nas)