Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. (Foto: Rino Humas) |
Data mencatat bahwa akan ada 330 ribu mahasiswa yang membanjiri kota Malang pada tahun ajaran baru 2022/2023. 10.000 di antaranya merupakan mahasiswa baru UMM. Sebagian masyarakat merasa bahwa kedatangan para mahasiswa baru ini berdampak negatif berupa peningkatan kemacetan dan peningkatan kepadatan penduduk di Malang. Namun hal berbeda disampaikan oleh Dr. Wahyudi, M.Si, selaku dosen sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Menurutnya, kedatangan ribuan mahasiswa nyatanya juga membawa dampak baik bagi masyarakat Malang.
Baca juga: UMM Launching CoE Koi, Lahirkan SDM Unggul dan Entrepreneur Andal
Wahyudi menyampaikan bahwa ada beberapa faktor yang menarik kaum muda untuk merantau ke Malang. Pertama adalah ketersediaan lembaga pendidikan yang kredibel untuk meningkatkan pengetahuan. Kedua adalah sektor pariwisata yang menjamur di Malang maupun Kabupaten Batu.
“Datangnya mahasiswa luar Malang juga membuat masyarakat Malang memiliki toleransi yang tinggi terhadap budaya dan nilai baru. Hal tersebut menjadikan kota Malang sebagai sebuah melting pot atau tempat peleburan berbagai nilai dan budaya. Kesiapan warga untuk menerima perantau juga terlihat dari peningkatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang ada,” ungkap dosen asal Jawa Tengah tersebut.
Lebih lanjut, Wahyudi mengatakan bahwa tak bisa di pungkiri dampak negatif seperti kemacetan memang akan meningkat dengan bertambahnya jumlah perantau di Malang. Namun hal itu hanya akan terjadi di jam-jam tertentu saja. Hal positif yang akan mengiringi pertambahan perantau ini adalah pembangunan dan pembaharuan infrastruktur publik menjadi lebih baik. Hal ini akan bermanfaat bagi masyarakat Malang.
Baca juga: Menko PMK di Malang Koi Show UMM Sebut Bisnis Koi Bisa Kurangi Kemiskinan
“Pertambahan penduduk memang selalu membawa dampak negatif maupun positif. Namun masyarakat tidak perlu khawatir karena dampak negatif yang ada lebih kecil daripada efek positif yang diperoleh. Selain itu struktur sosial masyarakat Malang juga telah terbentuk dalam menangani berbagai ancaman yang ada seperti kriminalitas dan penyimpangan sosial,” tandas dosen kelahiran 1964 tersebut.
Di sisi lain, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Setyo Wahyu Sulistyono, S.E., M.E, menjabarkan bahwa mobilitas penduduk akan menggerakkan komunitas ekonomi minor di sekitar kampus seperti usaha warung makan, fotokopi, dan kos. Selain itu dampak lain yang akan terjadi adalah peningkatan social entrepreneur di masyarakat.
“Tak dapat dipungkiri bahwa industri pendidikan di Malang berpengaruh besar dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Hal ini juga sebagai sarana perbaikan ekonomi pasca pandemi Covid-19 menyerang Indonesia,” kata dosen asal Aceh Timur ini.
Meskipun memiliki banyak dampak positif, masih ada dampak negatif dari mobilitas penduduk ini bagi ekonomi masyarakat. Salah satunya adalah peningkatan harga dasar produk maupun jasa di Malang. Hal ini dapat terjadi karena dengan bertambahnya penduduk, maka permintaan akan barang dan jasa juga makin meningkat, sementara persediaan yang ada di masyarakat terbatas.
“Kebiasaan dan budaya para pendatang juga turut mempengaruhi harga yang ada di Malang. Sebagai contoh, masyarakat kota besar yang terbiasa hidup dengan Air Conditioner (AC) akan mencari kos yang memiliki fasilitas tersebut. Penambahan fasilitas ini akan meningkatkan harga kos yang awalnya berkisar 600.000 perbulan menjadi 1.000.000. Lama kelamaan peningkatan ini akan dianggap sebagai harga standart sebuah kos,” pungkasnya mengakhiri. (*syi/wil)