Launching 22 buku karya mahasiswa PPG UMM (Foto : Istimewa) |
Ada yang lain dari yudisium Program Studi Pendidikan Profesi Guru (PPG) UMM pada Rabu (10/3) lalu. Selain mengukuhkan para wisudawan, gelaran yudisium tersebut juga dimeriahkan dengan agenda launching 22 buku. Semua karya tersebut merupakan karangan dari para mahasiswa PPG yang diambil sumpah.
Sebanyak 22 buku tersebut merupakan hasil dari program menulis yang diadakan oleh Prodi PPG. Saat diwawancara, Arina Restian S.Pd., M.Pd., selaku penanggung jawab menjelaskan bahwa program ini dilaksanakan dengan tujuan untuk melengkapi kemampuan para wisudawan, utamanya dalam hal menulis. Ia merasa sudah seyogyanya setiap pengajar profesional dapat menulis dengan baik hingga mampu mencetuskan sebuah karya. “Tidak banyak pendidik yang memiliki skill ini. Padahal menulis merupakan hal yang penting bagi mereka,” terangnya lebih lanjut.
Baca juga : UMM Raih Persentase Tinggi Kelulusan Pendidikan Profesi Guru
Arina mengaku bahwa inisiatif program tersebut berawal dari idenya yang ingin agar guru profesional juga bisa menelurkan karya. Apalagi melihat bahwa ia juga sudah menulis dan menerbitkan beberapa buku. Hingga akhirnya program tersebut dapat berjalan dengan baik.
“Saya ingin mengajak dan mendorong seluruh elemen pengajar profesional agar mampu menulis dan menjadi contoh bagi anak-anak didiknya,” ungkapnya.
Sebanyak 22 buku yang ada memiliki berbagai tema yang sudah ditentukan. Ada yang berisi tentang pengembangan media pembelejaran. Adapula yang membahas terkait penguatan karakter serta pendidikan karakter di Indonesia. Meski begitu, ia akui komitmen menulis menjadi kendala dalam penyusunan buku-buku tersebut.
"Tentu saja semua agenda menemui kendala. Begitupun dengan penyusunan karya-karya ini. Namun jika kita memiliki komitmen yang kuat, kendala-kendala yang ada akan lebih mudah dihadapi,” akunya saat ditemui.
Baca juga : Setahun Kiprah Maharesigana, Menebar Manfaat Selama Pandemi
Sementara itu, salah satu penulis dari buku tersebut Nanang Fauzi menyampaikan bahwa program ini bisa menjadi nilai positif, khususnya bagi para wisudawan. Ia juga menemui berbagai kendala saat mulai menulis buku. Salah satunya adalah masalah referensi.
“Saat itu karya yang saya tulis membutuhkan satu referensi penting. Namun sangat susah untuk mendapatkannya. Akhirnya saya mencari alternatif lain. Selain agar tulisan saya selesai, juga untuk menghindari rasa malas yang sering mampir,” ceritanya.
Ditanya ihwal harapan, Nanang ingin agar buku-buku yang sudah dilaunching dapat memberikan manfaat lebih bagi para pembaca. Khususnya bagi para pengajar yang ada. Usai dibaca, ide-ide yang tersemat di buku juga bisa diadopsi dan diterapkan dalam proses belajar-mengajar. Selain itu ia juga berharap karya tersebut mampu menjadi pelecut agar para pendidik lebih bersemangat dalam menulis dan menerbitkan buku. (haq/wil)