Mahasiswa Psikologi UMM Sabet Juara Berkat Video Edukasi Kesehatan Mental

Author : Humas | Kamis, 01 Juli 2021 15:26 WIB
Shafira Firdausa menampilkan thumbnail Video "Terbunuh Stigma" (Foto : Istimewa)

Pemahaman masyarakat Indonesia tentang kesehatan mental masih belum maksimal. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya orang yang menyepelekan gangguan mental dan enggan untuk pergi ke psikiater ketika mengalaminya. Untuk menghapus stigma negatif tersebut, Shafira Firdausa Brilliani, mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membuat video edukasi kesehatan mental berjudul Terbunuh Stigma. Adapun video itu diikutsertakan pada perlombaan nasional Promosi Video Kesehatan Mental dan berhasil meraih juara tiga. Perlombaan itu diselenggarakan oleh Asosiasi Psikologi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APSI PTM) pada Rabu (09/06) lalu.

Sebagai seorang yang berkecimpung di bidang kesehatan mental, Brilliani mengaku prihatin dengan stigma negatif yang ada di masyarakat. Banyak orang yang mengalami masalah kesehatan mental. Mereka hanya memendamnya sendiri dan tidak ingin mendapat bantuan profesional. Bahkan ada yang tidak sadar bahwa mereka tengah berada di kondisi mental yang tidak baik.

Baca Juga : Tim Mahasiswa UMM Sabet Juara di Pilketannas 2021

“Stigma negatif masyarakat terhadap pengidap gangguan mental nyata adanya. Orang-orang tidak ingin pergi ke psikolog maupun psikiater untuk berobat karena alasan malu diolok-olok sebagai orang gila. Lebih parah lagi takut dianggap sebagai aib keluarga. Kalau hal ini terus berlanjut, bisa-bisa orang yang mentalnya tidak sehat malah ‘terbunuh’ karena stigma tersebut,” ungkap mahasiswa kelahiran Bangkalan tersebut.

Mahasiswa Psikologi semester dua ini bercerita bahwa untuk membuat satu video ini, ia memerlukan waktu hampir tiga minggu. Proses tersebut meliputi kesiapan materi, konsep video, properti, proses syuting, sampai editing. Hebatnya, Brilliani melakukan semuanya sendiri.

Baca Juga : Kaji Pendidikan Masa Krisis, Mahasiswa UMM Sabet Juara Kompetisi Opini

“Dari semua proses produksi, kendala terberat yang saya alami adalah waktu. Saya harus pintar-pintar membagi waktu untuk kuliah, menjadi parttimer, dan membuat video. Saya juga tidak memiliki kamera profesional, untungnya ada teman yang bersedia meminjamkan kamera kepada saya untuk berkarya dan memenangi lomba ini. Untuk kendala editing, untungnya tidak ada karena saya sudah ada bekal editing sejak SMA,” ujar Brilliani melanjutkan.

“Pada awalnya, saya sempat minder karena hampir semua peserta tergabung dalam berkelompok, sementara saya sendiri. Videonya juga keren-keren. Namun, Alhamdulillah saya berhasil memperoleh juara tiga. Saya juga tidak berencana berhenti sampai di sini saja, tapi akan mengembangkan kreativitas sehingga bisa mengikuti dan memenangi kompetisi lainnya,” pungkasnya mengakhiri. (syi/wil)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image