Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P ketika menyampaikah ceramah di Tadarus Ramadhan Kampus Putih (Foto: Haqi Humas) |
Kemiskinan itu dapat dibedakan menjadi dua tipe yakni miskin material dan miskin spiritual. Keduanya juga memiliki perbedaan ciri yang bisa diketahui dan mudah dikenali. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sekaligus Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P. dalam Tadarus Ramadhan Kampus Putih, Sabtu (9/4) lalu.
Menurut Muhadjir, sapaan akrabnya menilai bahwa di samping ada sebagian masyarakat yang bergelut dengan kemiskinan material, banyak juga orang kaya yang kini mengalami kemiskinan spiritual. Hal itu bisa dilihat dan berefek pada perilaku yang ditampakkan sehari-hari. Tidak hanya terlihat pada pribadi pejabat namun juga terjadi kepada masyarakat.
Menurutnya, kemiskinan harta benda itu sulit diatasi. Namun, menanggulangi kemiskinan spiritual lebih rumit lagi. Banyak orang yang cepat sadar dan mengaku bahwa dirinya miskin material. Bahkan banyak yang mengaku miskin ketika bantuan sosial (bansos) dihadirkan. Berbeda dengan kesadaran kemiskinan spiritual yang sukar muncul di benak manusia.
“Mereka merasa baik-baik saja, padahal orang lain melihat dirinya sudah melampaui batas dan tidak wajar. Perilaku sombong, kikir, serakah, maksiat kerap kali ditunjukkan. Bahkan mereka sebenarnya sudah sadar, namun malah berbangga diri dengan sikap buruk yang dilakukan,” tambahnya.
Maka, Muhadjir mendorong Muhammadiyah khususnya UMM untuk bisa mengatasi dan menjangkau keduanya, baik kemiskinan spiritual maupun material. Misalnya saja teman-teman dari Fakultas Agama Islam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan serta lainnya bisa perlahan mengikis kemiskinan spiritual. Sementara Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial Politik dan pihak lainnya dapat memberi solusi akan masalah kemiskinan harta.
Ia juga menilai bahwa Muhammadiyah telah lama berjuang mengentaskan kemiskinan. Baik melalui pemberdayaan maupun penyadaran spiritualitas. Keberpihakan terhadap orang miskin, anak yatim, dan kaum pinggiran juga dirasa sesuai dengan teologi Al-Maun Muhammadiyah. “Semoga di Ramadhan ini kita dapat dijauhkan dari sifat-sifat iri, dengki, culas dan perilaku buruk lainnya, Bulan suci ini juga dapat dijadikan sebagai momen koreksi untuk memperbaiki diri di kemudian hari,” pungkasnya.
Sementara itu Sekretaris BPH Kampus Putih Drs. Wakidi menyebut bahwa rangkaian Syiar Ramadhan ini merupakan salah satu upaya bersama untuk mendekatkan diri pada sang Pencipta. Menjadi momen yang tepat untuk melembutkan hati dan menajamkan pikiran.
Wakidi juga ingin Ramadhan tahun ini bisa meningkatkan etos kerja dan tugas para sivitas akademika UMM dalam melayani masyarakat dengan baik. Salah satunya melalui ceramah dan siramahan rohani yang disampaikan oleh Menko PMK RI. “Sekaligus sebagai jalan menambah wawasan akan isu-isu aktual yang sedang terjadi. Meningkatkan kesadaran dan kecintaan pada negara Indonesia,” tuturnya.
Di lain sisi, Rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd. mengatakan bahwa rangkain agenda yang disiapkan ini semata-mata dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran. Khususnya kesadaran bahwa para sivitas akademika adalah makhluk Allah SWT. Pun dengan upaya-upaya konkret berjihad dalam aspek pendidikan melalui UMM.
“Saya tentu yakin dosen dan karyawan Kampus Putih ini senantiasa memiliki niat untuk menjadi orang baik. Maka saya rasa Ramadhan adalah momen dan kesempatan yang tepat menambah kebaikan yang sudah dilakukan dan mengubah hal-hal yang kurang baik,” tegasnya mengakhiri. (wil)