Empat orang pegiat literasi dalam agenda refleksi di RBC Institute (Foto: Istimewa) |
Memperingati Hari Buku Internasional, Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute Universitas Muhamadiyah Malang (UMM) kembali gelar agenda refleksi pada Senin (28/4). Kali ini empat orang pegiat literasi dihadirkan untuk memberikan wawasan baru yang berlokasi di RBC Learning Space. Ada Fachrul Alamsyah, Presidium Republik Gubuk dan Kusnadi selaku Jenderal Preman Mengajar. Selain itu hadir pula pada agenda tersebut Denny Misharuddin dari komunitas Pelangi Sastra didampingi Hasnan Bachtiar, direktur riset RBC Institute.
Memulai acara, Hasnan dalam paparannya mengatakan bahwa kegiatan literasi tidak hanya dimaknai sebagai aktifitas membaca dan menulis saja. Pun dengan membaca dan menulis yang tidak dapat diidentikkan dengan buku saja. “Buku hanyalah instrumen semata. Sejatinya, yang harus kita baca, pahami dan pelajari adalah kehidupan. Bukan sekadar buku yang diterbitkan oleh penerbit,” ucap alumni Australian National University tersebut.
Baca juga : Mahasiswa HI Menangi Lomba Bogor Leaders Talk 2021
Pernyatan itu juga diamini oleh Fachrul Alamsyah, Jendral Republik Gubuk. Gerakan literasi komunitasnya yang digalakkan di kampung-kampung justru ditargetkan untuk masyarakat yang tidak mempunyai minat membaca. Ia mengaku bahwa di 40 gubuk baca yang sudah ada, banyak di antaranya yang tidak memiliki buku. “Kami tetap bisa bergerak dan berkontribusi meskipun tanpa buku. Di gubuk kami, yang ada hanya egrang, pengajarnya preman, bahkan pengasuhnya mantan pengedar pil koplo,” ungkap Fachrul.
Kegiatan literasi juga dimaknai dengan mengajak orang lain kepada kebaikan. Selain itu juga mengajak orang untuk menjauhi keburukan yang muncul dalam kehidupan. Itulah mengapa dalam komunitas Republik Gubuk ini juga mewadahi Preman untuk ikut terjun dalam proses belajar mengajar.
Baca juga : RS UMM-Lazismu Bagi Sembako dan Sediakan Pemeriksaan Gratis
Sementara itu, Denny mengungkapkan bahwa literasi bertujuan untuk mengetahui tentang dirinya dan identitas yang dimiliki. Berangkat dari itu, ia akan mampu menambah dan meningkatkan kapasitas diri dan akhirnya bisa menjadi orang yang literat. “Literasi itu tidak hanya berkutat pada buku saja. Melainkan juga lebih luas memberikan manfaat kepada diri sendiri, keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitar. Pun dengan ajakan pada kebaikan dan larangan untuk terjerumus dalam keburukan,”terang Denny Misharudin.
Pada gelaran itu, para pegiat literasi sepakat bahwa minat baca di Indonesia masih tergolong rendah. Meski begitu, dorongan untuk menciptakan peradaban literasi baru sangatlah tinggi. Salah satu buktinya adalah agenda yang telah dilaksankaan di RBC Institute ini. (*/wil)