Ketua PP Muhammadiyah, Muhadjir Effendy (kiri) dan Rektor UMM, Fauzan. Foto: Rino Anugrawan. |
KETUA Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr Muhadjir Effendy MAP mengungkap jika sejarah perintah puasa diceritakan dalam Al-Quran. Hal ini dijelaskannya dalam Kajian Nuzulul Quran dalam rangka Syiar Ramadhan 1437 H Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Kamis (23/6) malam.
Sebelum menceritakan sejarah perintah puasa, dalam kajian bertema “Hikmah Diturunkannya Al Quran bagi Peradaban Masyarakat Berkemajuan” di Masjid AR Fakhruddin UMM ini, Muhadjir menjelaskan bahwa Al-Quran merupakan sebuah kompilasi atau kumpulan ayat-ayat yang Allah turunkan pada Nabi Muhammad atau nabi terakhir. “Artinya tidak ada lagi kitab atau nabi setelah Al-Quran dan Nabi Muhammad, karena keduanya adalah yang terakhir,” jelas Rektor UMM periode 2000-2016 dalam penyampaian tausiyah-nya.
Rasulullah dulu, kata Muhadjir, menerima wahyu tersebut selama 23 tahun yang terbagi di Madinah dan Mekkah. Untuk selanjutnya nama surat yang turun di Madinah yaitu Madaniyah dan yang turun di Mekkah yaitu Makiyah. Dalam waktu turunnya Al-Quran tersebut beberapa ulama mengalami perdebatan. “Menurut Syafiurrahman dalam kitabnya, yang paling logis turunnya Al Quran yaitu pada tanggal 21 Ramadhan, karena terdapat hadis yang menjelaskan bahwa hari tersebut bertepatan dengan kelahiran Rasulullah,” katanya.
Suasana Refleksi Nuzulul Qur'an. Foto: Rino Anugrawan. |
Pada awal diturunkannya perintah puasa oleh Allah, menurut Muhadjir, tidak disertai dengan caranya dan harinya. Dalam Al-Quran dijelaskan bahwa berpuasa dilakukan di hari yang ditentukan. Penafsiran hari yang ditentukan adalah Bulan Ramadhan dan cara berpuasanya masih mengikuti nabi-nabi sebelumnya. “Nabi Muhammad memberikan contoh berpuasa sesuai dengan puasa Nabi Adam, namun karena para sahabat merasa keberatan akhirnya Allah tidak mengurangi waktu berpuasanya namun hanya memberikan keringanan berupa boleh berhubungan suami-istri dan makan serta minum setelah fajar menghilang,” tuturnya.
Keringanan-keringan yang diberikan oleh Allah tersebut melalui Nabi Muhammad berasal dari perbuatan para sahabat yang tidak mau mengaku kepada Rasul bahwa mereka tidak kuat dengan cara puasa jika mengikuti Nabi terdahulu. Akhirnya dalam ayat Al Quran menjelaskan secara runtut kapan dilaksanakan puasa, bagaimana melakukan hingga perintah bahwa manusia jika ingin meminta sesuatu sebaiknya meminta saja niscaya Allah akan mengabulkan, terangnya kemudian.
Menurutnya, masyarakat saat ini terlalu banyak yang gampang menghakimi perilaku seseorang radikal dan semacamnya. “Sebaiknya jangan mudah terpengaruh oleh paham-paham yang kita sendiri belum paham akan hal tersebut,” Terangnya.
Dalam acara yang dihadiri oleh jamaah shalat taraweh dan Isya tersebut, Muhadjir juga menjelaskan bahwa sebenarnya nama shalat taraweh merupakan shalat yang santai. “Karena Rasulullah itu ketika melakukan shalat taraweh tidak terburu buru dan biasanya diselingi dengan menghafal Al-Quran atau kegiatan lainnya,” terangnya mengakhiri kajian ba’da shalat taraweh tersebut. (jal/zul/han)