Lutfi ketika berkunjung ke Masjid Agung Sheikh Zayed (Foto : Istimewa) |
Dapat menjalani puasa ramadhan di negara dengan kebudayaan Islam yang kental seperti Uni Emirat Arab merupakan impian bagi sebagaian masyarakat muslim. Keberuntungan tersebut datang kepada Lutfiana Sausan, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang sedang menjalani program pertukaran pelajar Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 2022 di Abu Dhabi. Pertama kali menjalani bulan ramadhan di negara orang membuat Lutfi memiliki segudang pengalaman baru.
Lutfi menjelaskan kalau waktu sahur dan berbuka selalu berbeda di tiap harinya. Dari hari kehari waktu salat subuh terus maju, sementara waktu untuk salat magrib terus mundur. Hal ini membuat waktu puasa semakin panjang tiap harinya. Selain itu Iklim di Abu Dhabi sangat panas. Pada siang hari suhu bisa mencapai 42 derajat celsius. Dengan iklim yang sepanas itu, anak terakhir dari tiga bersaudara ini mengaku bahwa ia sangat menghindari kegiatan di luar ruangan selama siang hari.
Baca Juga : Mendekati Lebaran, UMM-Koramil Dau Langsungkan Booster
“Awal puasa saya sahur pukul 04.30 dan berbuka pukul 18.48. Namun sekarang saya sahur pukul 04.26 dan berbuka pada pukul 18.55. Karena perbedaan waktu yang sering terjadi, saya dan teman-teman harus memperhatikan waktu dengan lebih baik,” ujar mahasiswa teknik industri tersebut.
Sementara itu, untuk menunaikan ibadah salat tarawih Lutfi memilih masjid terbesar ketiga di dunia yaitu Masjid Agung Sheikh Zayed. Lutfi bercerita, untuk menuju ke Masjid Agung Sheikh Zayed, ia dan teman-teman harus menempuh jarak sejauh 14 kilometer tiap harinya. Dengan jarak tersebut Lutfi memerlukan waktu satu jam menggunakan bus dan 14 menit menggunakan taksi.
Baca Juga : Bareng Mahasiswa Asing, UMM Wujudkan Mimpi Anak-anak YPAC Naik Bis Keliling Kota
“Secara umum, pelaksanaan salat tarawih di sini sama seperti di Indonesia. Cuma, untuk sepuluh hari terakhir solat tarawih dan witir dipisah. Pelaksanaan salat witir akan dilangsungkan tengah malam bersamaan dengan salat tahajud. Hal yang membuat saya takjub adalah dengan luas masjid yang sebesar itu, tiap hari selalu penuh dengan orang. Protokol covid juga diterapkan dengan ketat, salah satu contohnya adalah pembagian disposable prayer mat sekali pakai kepada para jamaah,” ungkap Lutfi.
Pengalaman unik lain yang ia alami adalah bisa merasakan makanan dari seluruh dunia. Di awal bulan ramadhan, Lutfi dan mahasiswa internasional lainnya melakukan buka puasa bersama di asrama. Masing-masing mahasiswa membawa makanan khas dari negaranya.
“Biasanya untuk berbuka puasa, saya membeli roti khas mesir bernama Umm Ali. Roti tersebut sekaligus menjadi makanan favorit saya selama di sini. Namun pada saat berbuka bersama dengan mahasiswa internasional lain, saya merasa sangat terpukau karena meja makan kami dipenuhi dengan makanan-makanan internasional yang baru pertama kali saya lihat. Ada satu makanan yang menjadi favorit saya saat itu yaitu olahan daging dengan yoghurt serta terdapat taco diatasnya,” jelas mahasiswa asal Malang itu. (*/wil)