LEMBAGA penelitian terbesar di Spanyol, Cybermetric milik The Consejo Superior de Investigaciones Cientificas (CSIC) baru-baru ini melansir hasil penilaian terhadap kemajuan seluruh universitas atau perguruan tinggi terbaik di dunia lewat perangkat Repository atau pemeringkatan perguruan tinggi berdasarkan konten publikasi ilmiah elektronik melalui website universitas.
“Per Januari 2017, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berada di posisi 13 di antara perguruan tinggi negeri dan swasta se-Indonesia. Sementara di Jawa Timur UMM berada di posisi 3 di bawah Universitas Negeri Jember dan UIN Sunan Ampel Surabaya. Di Malang, UMM jadi ranking 1,”terang Kepala Lembaga Informasi dan Komunikasi (Infokom) UMM, Ir. Suyatno, M.Si. saat ditemui Kamis (25/1).
Setidaknya erdapat 4 indikator dalam melakukan pemeringkatan tersebut. Pertama Size, yakni banyaknya halaman yang memuat konten ilmiah di website UMM Institusional Repository yang beralamatkan eprints.umm.ac.id. “Di situ akan dihitung banyaknya ruang yang memuat konten publikasi ilmiah. Bobot penilaiannya 10 persen,” kata Suyatno.
Indikator kedua sekaligus aspek yang memiliki bobot penilaian terbesar yakni visibility, dengan bobot nilai 50 persen. “Indikator ini mengukur berapa banyaknya tautan ke UMM, tapi khusus ke UMM Institusional Repository itu. Dengan banyaknya orang yang me-link-kan ke kita (baca: website UMM), pengakuannya lebih tinggi,” lanjut Suyatno.
Indikator ketiga yakni Rich Files. Aspek ini menghitung berapa banyaknya judul atau dokumen di website tersebut. IndikatorRich Files, kata Suyatno, memiliki bobot nilai sebesar 10 persen.
Indikator terakhir yakni Scholar atau berapa banyak orang yang mensitasi. “Karya Ilmiah yang kita unggah kan akan di pakai orang lain untuk di sitir sebangai tinjauan pustaka dan lain sebagainya. Siapapun yang mengambil dari website UMM, Googlesecara otomatis akan mendeteksi sumber dokumen tersebut. Bobot penilainnya 30 persen,” paparnya.
Pemeringkatan lewat perangkat Repository ini, dijelaskan Suyatno, yang sesungguhnya mencerminkan tolak ukur kemajuan perguruan tinggi. “Karena yang dinilai bukan dari profil universitas atau berapa banyak konten berita yang dimuat di websitetersebut. Melainkan publikasi ilmiah dalam bentuk elektornik itu,” tukasnya. (can/han)