Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Menko PMK RI) Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP. (Foto: Humas UMM) |
FORUM Perpustakaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (FPPTMA) Wilayah Jawa Timur mengadakan webinar nasional mengangkat topik Persiapan Perpustakaan Menghadapi Pendidikan Jarak Jauh, Kamis (13/8). Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Menko PMK RI) Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP. didapuk sebagai keynote speaker dalam gelaran yang menghadirkan sejumlah kepala Perpustakaan PTM/A sebagai pemateri ini.
Para narasumber yakni Kepala Perpustakaan UMM. Dr. Asep Nurjaman, M.Si., Kepala Perpustakaan UMY. Drs. Lasa HS, MSi., Kepala Perpustakaan UNISA. Irkhamiyati, M.IP., Kepala Perpustakaan UM Bengkulu. Drs.Adi Asmara, M.Pd., Kepala Perpustakaan UAD. Drs. Tedy Setiadi, MT., Kepala Perpustakaan UM Sukabumi Yanti Sundari, S.Sos., Kepala Perpustakaan UM Surabaya. Dra. Mas'ulah, MA. Agenda webinar ini dilaksanakan melalui Zoom dan dapat disaksikan melalui YouTube.
Muhadjir Effendy dalam penyampainnya menyatakan, tantangan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah buta aksara masa kini. Disebutnya, ada proses iliterasi yang tidak disadari dan menjadi ancaman dalam upaya bangsa Indonesia membangun peradaban keilmuan bangsa ini. Iliterasi, kata Muhadjir, bukan berarti tidak bisa baca-tulis, tetapi adanya ketidakmauan dan ketidakmampuan untuk mendapatkan atau mengolah informasi yang masuk ke dalam ruang kesadaran dirinya.
Baca juga: Gagas Kamus Digital Pembelajaran Suara Abnormal pada Pemeriksaan Fisik Pasien
“Kita tahu baca-tulis itu penting. Tapi, itu bukan satu-satunya tolok ukur bahwa seseorang iliterasi (tidak terliterasi). Kita tahu bahwa perintah yang pertama yang disampaikan al Quran adalah Iqro’ atau bacalah. Iqro’ itu bukan dalam artian membaca abjad, bukan hanya membaca huruf atau angka. Tapi sebetulnya adalah berkaitan dengan kemampuan untuk menangkap, memahami, mendalami informasi yang masuk ke dalam dirinya. Baik yang tertulis atau melalui fenomena alam,” kata Muhadjir.
Muhadjir lantas membagi dua tipe iliterasi, yaitu ada Urban Iliterasi dan Rural Iliterasi. Urban Iliterasi adalah mereka yang mendapatkan limpahan informasi, tetapi dia gagal untuk menangkap secara dalam isi pesan. Sehingga dia hanya mendapatkan informasi yang sekilas atau superfisial (di permuakaan) saja. “Ciri sederhananya dari tipe ini adalah, kebanyakan dari mereka ketika membaca berita yang dibaca hanya judulnya saja. Parahnya, mereka langsung membuat kesimpulan dari judul itu,” katanya.
Sementara, lanjut Muhadjir, banyak yang membuat berita yang tidak cocok dengan isinya. Tujuannya sengaja untuk bertindak provokatif yang membaca. Sayangnya, orang yang diprovokasi hanya membaca judulnya. Muhadjir, sebagai pejabat publik, dalam penyampaiannya mengaku sudah berkali-kali dijebak dengan praktik ini. “Konyolnya, justru penggalan yang dia dapat itu bukan inti informasi. Ini sangat berbahaya. Karenanya kita harus perang melawan buta huruf urban ini,” ujarnya.
Baca juga: Prodi Bahasa Inggris UMM Bagi Cerita Sukses Dua Alumnusnya
Kedua adalah Rural Iliterasi atau buta huruf pedesaan. Buta huruf ini, lanjutnya, diakibatkan dari terbatasnya akses informasi yang masuk ke alam kesadaran seseorang. Karena sangat terbatas, maka mereka yang buta huruf pedesaan tidak dapat membuat konstruksi informasi yang baik. “Dan buta huruf ini juga sangat berbahaya karena dapat menimbulkan misleading serta menimbulkan distorsi informasi yang sangat berbahaya terhadap perilaku para buta huruf pedesaan ini,” ungkapnya.
Perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat memanfaatkan semua karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media untuk mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Serta, mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional. “Perpustakaan sangat penting dalam membangun kultur akademik PTM/A. Salah satunya, pepustakaan perlu memperkuat literasi informasi,” pungkas Muhadjir.
Sementara itu, Kepala Perpustakaan UMM. Dr. Asep Nurjaman, M.Si. menyatakan, saat ini para pustakawan harus mampu atau punya daya kreativitas dan inovasi dalam pengelolaan perpustakaan masa kini. “Di era pandemi, begitu banyak persoalan yang dihadapi. Maka dari itu, kita sebagai pustakawan mau tidak mau harus bersentuhan dengan teknologi. Oleh karena itu, kita harus persiapkan diri memperkuat perpustakaan dengan digitalisasi dan memperkuat teknologi informasi,” terang Asep Nurjaman. (can)