Matius Ho dalam acara Pra Muktamar Muhammadiyah di UMM. (Foto: Haqi Humas) |
Kemajemukan di Indonesia bisa membawa bangsa kita menjadi lebih baik. Namun jika tidak diimbangi dengan rasa toleransi yang tinggi, kemajemukan itu akan menjadi sebuah ancaman untuk memecah belah bangsa kita. Itulah sepatah kata pembuka yang di ucapkan oleh Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, Ph.D. dalam acara Pra Muktamar yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Agenda ini berlangsung secara luring di Dome UMM pada Sabtu (03/09) lalu.
Lebih lanjut, Matius mengatakan bahwa pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah tertanam nilai-nilai tatanan negara Indonesia. Nilai tersebut meliputi kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Hal ini lah yang mempersatukan kemajemukan yang ada di Indonesia dan membuat bangsa ini merdeka. Namun kemajemukan akan menjadi boomerang jika masyarakat tidak menanamkan toleransi.
“Survei yang diadakan di 17 negara maju di dunia, mengatakan bahwa keberagaman merupakan faktor penting yang menjadi pendorong kemajuan. Namun di saat yang sama konflik antar kelompok meningkat. Beberapa faktor penyebab konflik yaitu partai politik, suku, agama, Kebiasaan, dan lingkungan hidup,” katanya.
Terkait faktor penyebab konflik, Matius menjelaskan bahwa di negara maju penyebab utama terjadi perpecahan adalah partai politik. Namun di negara berkembang seperti Indonesia, perpecahan biasa terjadi karena agama dan suku. Selain itu, adanya sosial media juga dapat memperparah ancaman perpecahan yang dapat terjadi di masa yang akan datang.
“Sosial media bisa memberi dampak kuat bagi kehidupan sosial masyarakat. Algoritma sosial media hanya akan menayangkan hal-hal yang kita sukai dan melewatkan sudut pandang dari sisi yang lain. Hal ini dapat dengan cepat membuat seseorang menjadi radikal. Belum selesai dengan media sosial, dunia telah siap dengan metaverse. Oleh karenanya, kita harus membekali diri dengan lebih baik lagi utamanya dalam konsep kebersamaan,” ungkap Matius.
Ia menegaskan bahwa kemajemukan tetap menjadi modal kemajuan peradaban Indonesia dalam menghadapi ancaman polarisasi sosial, sekaligus sebagai sumbangsih bagi peradaban dunia. Matius juga mengapresiasi dan menilai bahwa dalam hal ini Muhammadiyah berada di garis terdepan.
Senada dengan Matius, Prof. Dr. Romo FX Armada Riyanto menjabarkan bahwa ada beberapa masyarakat yang masih tidak menerapkan konsep kebangsaan. Maka perlu adanya gebrakan yang perlu dilakukan Muhammadiyah.
Baca juga: Mahasiswa KKN UMM Dorong Potensi Siswa di Malaysia
Menurutnya, Muhammadiyah sudah memiliki andil besar dalam proses pembangunan bangsa. Muhammadiyah, dijelaskannya juga harus ikut andil pula dalam pembangunan tata kelola kehidupan global. Apalagi organisasi ini memiliki modal yang besar dan strategis untuk bisa melakukannya.
“Saya menyarankan lima bidang yang harus dipertahankan muhammadiyah dalam merevitalisasi nilai kebudayaan yang ada dimasyarakat. Pertama adalah teladan yang baik. kedua adalah penerapan konsep inklusifitas. Ketiga adalah nilai kultural relasionalitas yang tidak diskriminasi. Keempat yakni kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Terakhir yaitu adanya penerapan budaya damai,” ungkap Rektor Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang itu. (*syi/wil)