SEBAGAI negara agraris, pertanian merupakan komoditas utama Indonesia. Pembangunan di sektor pertanian memberikan kontribusi besar bagi perkembangan perekonomian nasional. Hal itu menjadi motivasi Guru Besar Fakultas Pertanian-Peternakan UMM Prof Dr Ir Jabal Tarik Ibrahim MSi menekuni bidang ini.
Lahir dari keluarga petani di daerah Probolinggo, Jabal muda sudah sangat tertarik untuk mengembangkan pertanian di Indonesia. Kondisi petani dan kurangnya pengetahuan petani tentang bagaimana mengatur pertanian mereka menjadi titik fokus Jabal saat itu. Karena itulah, harapan yang telah dipupuknya sejak kecil kini diwujudkannya.
Kondisi pembangunan pertanian saat ini dirasakannya masih begitu-begitu saja. Walaupun sudah ada peningkatan dalam hal pengelolaan produk pertanian, namun peningkatan pembangunan masih perlu dilakukan. “Keinginan untuk lebih meningkatkan pembangunan pertanian dan kesejahteraan petani itu selalu ada, agar berkembang lebih baik lagi dan lagi,” ujarnya.
Keinginan Jabal ini mendapat sambutan dari banyak pihak, termasuk dukungan pendanaan dari Food Agriculture Organisation (FAO) di bawah koordinasi PBB. Risetnya pada 2012 ini bermula dari mandat yang diberikan Bank Indonesia Kediri untuk mengembangkan wilayah dengan komoditas unggulan cabai. Laporannya lantas dipercaya pemerintah daerah dan pihak Bank Indonesia Kediri untuk ditunjukkan pada perwakilan FAO di Indonesia. Hingga akhirnya, dia dipercaya untuk melanjutkan penelitiannya pada komoditas lain dengan bantuan dana dari FAO.
Riset lanjutan yang dilakukannya tidak terbatas pada daerah Kabupaten Kediri saja, tetapi daerah lain seperti Blitar dan Tulungagung. Kajiannya pun lebih luas, yakni berkaitan dengan rantai nilai komoditas cabai. Mulai dari tahap pembibitan, budidaya, hingga panen dan pengelolaan yang baik. Tak hanya itu, manajemen rantai nilai komoditas ini juga diteliti oleh Jabal.
Penelitian Jabal ini memiliki dampak luar biasa bagi petani. Pasalnya, melalui desain pertanian ini, petani mampu memperkirakan harga produknya di pasaran. Sehingga, mereka juga bisa memperkirakan waktu tanam yang lebih efektif, yaitu saat kondisi alam mendukung dan harga produknya sedang tinggi di pasaran. Secara tidak langsung, petani lebih mudah ‘balik modal’ dan kesejahteraannya ikut meningkat.
Hasil riset ini kemudian juga diterapkan pemerintah daerah Kabupaten Kediri dan Blitar, bahkan FAO juga menerapkannya untuk pertanian Indonesia di sektor Jawa Barat dan Sumatra. Lantaran riset ini, perkembangan petani tidak lagi hanya mengikuti arus, namun bisa lebih berkembang. Sebab, ada rekayasa sosial yang membuat mereka lebih berkembang.
Alumnus program doktoral Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan Penyuluhan Pembangunan ini juga pernah melakukan riset terkait Irigasi di Sulawesi Tengah. Risetnya itu lebih mengarah pada proses pengembangan perairan, memilah daerah-daerah yang belum dan yang sudah terairi dengan baik. Untuk melakukan riset ini, dia tidak sendiri. Bekerjasama duarekannya dari Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) UMM dia menerapkan teknologi pengindraan jarak jauh. Dengan drone, ia memetakan sistem perairanwilayah Sulawesi Tengah.
Melakukan riset dengan terjun langsung ke lahan pertanian bukanlah perkara mudah. Minimnya akomodasi serta kondisi cuaca menjadi tantangan tersendiri bagi pria kelahiran 16 Juli 1966 ini. Terlebih, ditambah ketidaksabaran petani yang ingin mengetahui hasil riset dalam waktu singkat. “Disangka sebagai perwakilan perusahaan yang akan mengganggu mereka juga pernah, tapi ya dijalani saja,” imbuhnya.
Tidak hanya melalui riset dan pengabdian masyarakat, peraih dosen berprestasi FPP UMM tahun 2015 ini juga membuktikan keahliannya dengan meraih Penulisan Abstrak Seminar Terbaik dalam forum International Conference on Green Development in Tropical Regions (Andalas University dan USAID, 2015). Selain itu, Jabal juga pernah terlibat dalam Irrigation Area Survey Using Micro Unmanned Aerial Vehicle (Gumbasa Irrigation Area Case Study), USAID, 2015. (nai/han)