Rektor Fauzan saat menyampaikan pesan Ramadhan melalui daring. (Foto: Humas UMM) |
Sambut bulan ramadhan 1441 H, Keluarga Besar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) gelar pengajian dengan Pembicara, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir pada Kamis (23/4) melalui media daring.
Dr. Fauzan, M.Pd. Rektor UMM dalam sambutannya mengajak kepada umat Islam untuk memaknai puasa ramadan secara substantif. Ia menguraikan bahwa, ramadan yang datang setahun sekali tidak boleh hanya lewat begitu saja dan hanya dirasakan secara seremonial. Melainkan bulan suci ramadan harus dijadikan sebagai kesempatan untuk meningkatkan ketaqwaan.
“Kita tahu bahwa Al Qur’an menyampaikan pesan bahwa pada hakikatnya puasa ramadan yaitu mengejar sebuah derajat ketaqwaan. Derajat ketaqwaan juga harusnya mampu diimplementasikan dalam kehidupan,” tuturnya.
Sehingga antara kehidupan sehari-hari seorang muslim bukan menjadi suatu yang parsial dengan keimanan yang dimiliki. Karena seharusnya sikap dan perilaku keseharian seorang muslim adalah cerminan dari keimanannya.
Selain sebagai bulan untuk meningkatkan ketaqwaan, bulan ramadan oleh seorang muslim harus juga menjadi ajang untuk bermuhasabah diri. Karena kemungkinan di bulan lain, kaum muslimin kerap kali dalam menjalankan kehidupannya lepas dari kontrol iman.
Pengajian Ramadhan UMM bisa diakses di channel youtube umm1964. (Foto: Humas UMM) |
“Dalam kesempatan ramadan kali ini kita mencoba untuk mengendalikan diri kita, kita mencoba untuk menjadikan iman kita sebagai kontrol dalam kehidupan. Kalau itu bisa kita lakukan adalah indikator yang sangat sederhana adalah perubahan dari perilaku yang kruang baik menjadi perilaku yang baik,” urainya.
Perilaku baik atau dalam bahasa agama adalah akhlakul karimah, menurut Fauzan jika muslimin mampu berakhlakul karimah maka ini adalah indikasi dari seorang muslim yang perilakunya dikontrol oleh keimanan.
Khususnya kepada civitas akademika UMM, “kampus putih” yang mengemban amanah dakwah sudah seyogyanya bukan hanya mengurusi pendidikan semata. Melainkan keberadaannya juga sebagai roll model pendidikan atau uswah khasanah. Ditekankan kepada civitas akademik, bahwa dalam setiap mengerjakan sesuatu tidak boleh lepas dari kontrol keimanan.
“Jangan sampai kita ini berpuasa tapi sama sekali tidak mengubah esensi kehidupan kita,” tambahnya.
Sehingga puasa yang dijalankan oleh seroang muslim harusnya memberikan dampak signifikan pada perubahan baik kepada akhlak. Namun jika setelah melaksanakan puasa akan tetapi sikapnya tetap buruk, maka sama saja hanya menjalankan puasa secara lahirian, bukan merepasi dan menemukan ruh puasa itu sendiri. (SM/can)