Dr. H. M. Nurul Humaidi, M.Ag. (Foto: Dita Humas). |
Sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk seperti pipa atau tabung yang juga terlihat seperti berbentuk kotak. Kini sarung umumnya dilengkapi dengan berbagai ragam, corak, dan bahan yang berbeda di setiap daerah di Indonesia.
Sarung bukanlah pakaian asli orang Indonesia, sarung masuk ke Indonesia sekitar abad ke-14 seiring dengan masuknya Islam ke Indonesia. Salah satu teori masuknya Islam ke Indonesia berasal dari Arab, termasuk Yaman (Hadramaut). Sarung diperkenalkan oleh orang-orang Hadramaut (Yaman) ketika mereka datang ke Indonesia. Dr. H. M. Nurul Humaidi, M.Ag. selaku dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam (FAI) mengungkapkan bahwa akibat interaksi, masyarakat Indonesia meniru kaum pendatang dari Yaman. Namun, di balik itu, orang Hadramaut menggunakan sarung bukan sebagai pakaian resmi, tetapi sebagai pakaian tidur atau pakaian santai.
Baca juga : Nobar Semifinal AFC Timnas di Helipad UMM, Ramai dan Penuh Doorprize
Dalam pandangan Islam, sarung memiliki manfaat yang sama dengan pakaian-pakaian yang lain yaitu sebagai penutup aurat dan sebagai ekspresi dari sopan santun dalam masyarakat. Karena awalnya dikenakan oleh pendatang dari Yaman yang beragama Islam, oleh karena itu penganut Agama Islam di Indonesia juga mengikuti cara muslim pendatang tersebut dalam berpakaian.
Terlebih ketika penjajah Belanda datang ke Indonesia dengan pakaian model Eropa, bangsa Indonesia yang menganut agama Islam semakin memperkuat jati diri melalui pakaian sarung. Ini seraya menjadi upaya menolak orang-orang Eropa beserta atribut yang dikenakan, yakni pakaian ala Eropa. Karenanya, bisa dikatakan bahwa sarung merupakan salah satu bentuk perlawanan masyarakat muslim Indonesia terhadap Belanda.
Baca juga : Pewaris Koruptor Meninggal, Siapa yang Bertanggungjawab? Begini Penjelasan Dosen FH UMM
“Bahkan ketika itu, sampai ada fatwa yang mengharamkan model pakaian seperti Belanda (penjajah.red). Sehingga, sarung kemudian menjadi atribut yang mengandung identitas keagamaan Islam,” ujarnya.
Tidak banyak negara yang mengenal pakaian sarung sebagai pakaian resmi. Namun selain di Indonesia, sarung juga dikenal masyarakat muslim di Malaysia dan Brunei. Dua negara tersebut masih serumpun dengan Indonesia yang disebut bangsa Melayu.
“Jadi ini menjadi kebiasaan kaum muslim yang menggunakan sarung untuk berpakaian, tidak ada dalil yang secara tegas menganjurkan atau mengharuskan memakai memakai sarung untuk berpakaian atau beribadah. Dalil yang ada hanyalah menutup aurat dan menghiasi tubuh,” tambah Nurul.
Di akhir ia menjelaskan bahwa sarung merupakan produk budaya Indonesia yang diadopsi dari kaum pendatang dari Yaman. Maka, sarung boleh digunakan atau tidak digunakan, sama seperti model pakaian yang lain. Masyarakat boleh memakai pakaian apapun, selama fungsinya untuk melindungi tubuh, menutup aurat, dan berdasarkan asas kepantasan. (dit/wil)