Seminar Internasional UMM Kupas Hak Perempuan di Mata Global

Author : Humas | Kamis, 22 Desember 2022 08:11 WIB
Suasana seminar internasional UMM yang mengkaji tema hak asasi internasional dan dinamikanya (Foto: Istimewa)

Hukum internasional saat ini masih belum layak untuk menegakkan hak perempuan terhadap pelanggaran-pelanggran. Hal ini disampaikan oleh dosen University of Kebangsaan Malaysia Dr. Muhammad Helmi Md. Said pada acara seminar internasional di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Seminar ini dilaksanakan secara offline pada 17 Desember 2022 dengan mengkaji tema hak asasi internasional dan dinamikanya.

Lebih lanjut, Helmi menjelaskan bahwa usaha untuk memasukkan penanganan kekerasan rumah tangga di bawah hukum internasional telah dilakukan selama beberapa dekade belakangan. Utamanya untuk  melindungi hak perempuan. Banyak aktivis yang turut memperjuangkan hal tersebut, bahkan di berbagai belahan dunia. Harapannnya, dengan adanya huku yang mengatur, kekerasan terhadap perempuan bisa dicegah dan bisa memberikan hukum bagi pelaku.

Baca juga : Gaet Perusahaan Ternama, UMM Resmikan Lab CoE PLTS

“Ada beberapa hak perempuan yang terkandung dalam hukum internasional. Hak pertama adalah memperoleh martabat sebagai manusia. Kedua ada hak untuk hidup, bebas, dan aman. Selanjutnya adalah hak untuk mendapat kesetaraan dan terhindar dari hal diskriminatif. Keempat adalah akses yang adil dan setara untuk memperoleh perlindungan hukum. Kelima adalah hak dalam pernikahan, memperoleh kebangsaan, pelatihan, kesehatan, dan reproduksi. Terakhir adalah hak dalam kesejahteraan ekonomi dan sosial,” ujar dosen spesialis private international law itu.

Dalam menjalankan peranan untuk melindungi hak perempuan, Helmi mengatakan bahwa negara memiliki beberapa kewajiban di Undang-Undang (UU) internasional. Kewajiban tersebut meliputi pelarangan tindakan kekerasan privat, pelarangan diskriminasi, penghapusan adat, tradisi, atau agama yang menumbuhkan kekerasan terhadap perempuan. Pun dengan menjaga keamanan dan kesehatan kerja untuk perempuan.

Baca juga : Driver Ojek Online Asal NTT, Semangat Kuliah di UMM Demi Cita-Cita jadi Negarawan

Sayangnya, hal itu masih terkendala oleh anggapan bahwa hak perempuan merupakan masalah pribadi di luar perlindungan negara. Namun, Helmi menjelaskan bahwa pemerinta Malaysia telah menyetujui untuk memperkuat The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) tahun 1995. Terbaru, dilakukan pembaharuan pada pasal 16 (2) tentang pernikahan di bawah umur.

“Kapasitas penegakan hukum internasional ini harus diperkuat dengan adanya adopsi standar hukum global ke hukum masing-masing negara,” tegas Helmi.

Selain membahas tentang hak perempuan, agenda tersebut juga mengundang Dr. Muhammad Sayuti bin Hassan yang menjabarkan mengenai UU antar bangsa. Di sisi lain, Dr. Nur Subeki, ST. MT. selaku Wakil Rektor III UMM menjelaskan bahwa diskusi ini merupakan latihan bagi para mahasiswa untuk meningkatkan diri dan memperoleh rekognisi ke jenjang internasional. Apalagi sudah banyak teknologi yang membantu dan mempercepat agenda akademik.

“Pemahaman tentang hukum internasional sangat penting untuk menjalin kerja sama dari satu negara ke negara lain. Datangnya dua pemateri dari University of Kebangsaan Malaysia ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa terkait hukum internasional,” tandasnya mengakhiri. (syi/wil)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image